01 dan 02

01 dan 02
Photo by Unsplash.com

Memasuki tahun pemilu perang gojlok antar supporter paslon 01 dan pendukung 02 di sosmed makin seru.

Pendukung pasangan no urut 1 yang memadukan awam dan ulama menganggap nomer 1 sebagai simbol kesolidan, bahkan yang ketularan wabah relijiusitas instan (mungkin karena cawapresnya agamawan) menganggapnya sebagai “pertanda langit” tentang kemenangan.

Sedangkan pendukung pasangan yang menyandingkan amit-amit dengan imut-imut harus memutar otak mencari justifikasi dengan beragam penjelasan positif atas nomer 2 yang harus diterimanya. Karena terlanjur diberkati oleh sejumlah orang yang mengaku ulama atau dianggap ulama, maka “dua kalimat” pun menjadi “tafsir langit” atas nomer 2.

Terlepas dari lomba “tafsir langit” dua kubu atas nomer urut masing-masing, yang pasti isu nomer urut kini menjadi menu utama di medsos.

Menurut ontologi, yang real adalah satu, sedangkan selain itu hanyalah satuan-satuan yang dianggap sebagai 2, 3 dan seterusnya.
Dua (2) tak lebih dari sebuah produk konstruksi dan konvensi tentang konsep bilangan artifisal (buatan) yang pada hakikatnya adalah 1 dan 1. Dengan kata lain, 1 secara filosofis adalah realitas dan sifat eksistensial sebagai predikat integral bagi eksistensi dan entitas, sebelum ditetapkan sebagai angka atau bilangan atau namer atau satuan.

Bila diperhatikan secara seksama, dapat diketahui bahwa substansi 2 adalah 1 sebagai sebuah nama bagi sebuah bilangan atau nomer dan angka, demikian pula 3 dan seterusnya. Sedangkan 1 adalah satu sebagai substansi real sekaligus sebagai nama bagi sebuah angka.

Menurut teologi, 1 adalah simbol ketuhanan alias kesempurnaan. Karena itu tak ada yang benar-benar satu kecuali yang benar-benar satu secara eksistensial. Satu sejati dalam al-Quran disebut ahad, bukan wahid. Satu sejati itulah yang dikekatkan pada Tuhan, Allah, God, Lord, Yahwe, Elohim, Khoda, Sang Hyang atau lainnya oleh pengiman teologi. Karena 1 adalah simbol sakral, penyandangnya harus mencerminkannya.

Sedangkan 2 adalah simbol kemakhlukan alias keterbatasan. Keberpasangan adalah konsekuensi niscaya dari ke-akibat-an, kebermulaan dan keterbatasan. Karena itu, teologi rasional memastikan Tuhan, karena maha sempurna dan pencipta tunggal, tak berpasangan. Dan karena itu pula, selain Tuhan pasti berpasangan.

Tuhan menciptakan semua makhluk berpasangan. Ada 23 ayat dalam al-Quran yang menegaskan hal ini, yaitu ayat 1 surah An-Nisa", Al-An'am ayat 143, ayat 3 surah Ar-Ra'd, ayat 72 surah An-Nahl, ayat 53 surah Thaha, ayat 5 surah Al-Hajj, ayat 7 surah Asy-Syura, ayat 166 surah Asy-Syuara, ayat 21 Ar-Rum, ayat 10 surah Luqman, ayat 11 surah Fathir, ayat 36 surah Yasin, ayat 6 Az-Zumar، ayat 11 Asy-Syura, ayat 50 Asy-Syura, ayat 12 Az-Zukhruf, ayat 7 surah Qaf, ayat 49 surah Adz-Dzariyat, ayat 49 surah Adz-Dzariyat, ayat 45 surah An-Najm, ayat 52 surah Ar-Rahman, ayat 39 surah Al-Qiyamah, ayat 8 surah An-Naba' dan ayat 3 surah Al-Layl.

Berpasangan tak hanya berlaku bagi makhluk biologis, juga tak hanya dalam realitas fisikal namun dalam semua realitas, termasuk dalam politik. Tak lama lagi kita akan memilih presiden dan wakilnya di antara pasangan 01 dan pasangan 02. Semoga Indonesia tidak punah dan bubar hanya karena salah satu pasangan tak terpilih. Damailah Indonesia!!!

Read more