Sebagian orang bingung dan heran melihat busana sang raja yang isbal alias melewati batas mata kaki yang diharamkan oleh para penganut sekte Salafi.
Wahabisme bisa dibagi dua; salafisme dan Saudisme. Bisa juga dibagi dua; gembelisme, dan borjuisme.
Salafisme bisa didefinisikan pola keberagamaan dianut oleh-oleh orang-orang bermaksud beragama secara konsekuen dan “kaaffah”, karena merasa melestarikan ajaran para pendahulu alias salaf, menurut pemahamannya.
[ads1]
Orang-orang yang beragama secara wahabi karena terdoktrin tidak melulu intoleran, meski sebagian intoleran terhadap kelompok Islam yang berbeda dengannya, apalagi beda agama. Inilah wahabisme teologis yang dianut oleh orang-orang di luar lingkaran kekuasasn. Karena itu bisa dipredikasi dengan gembelisme.
Borjuisme adalah pola keberagamaan yang sengaja ditampilkan sebagai kamuflase dan kedok ambisi kekuasaan dan keserakahan supaya dipandang oleh para gembelis sebagai representasi pemimpin umat Islam. Gembelis-gembelis adalah kaki tangan kaum borjuis.
Dengan kata lain, gembelisme bersifat doktrinal yang kaku, intoleran, fanatik.
Para borjuis bergamis ini tidak begitu relijius, selain praktik-praktik ritual standar, sangat toleran alias permisif. Gaya hidup mereka sangat glamour. Mereka tidak peduli terhadap isu pemimpin non Muslim, bahkan menjalin hubungan dengan Israel.
Borjuisme yang hidup subur dalam lingkungan kekuasaan keluarga kerajaan dan kroni-kroninya bersifat kapitalistik, pragmatis, politis dan sekular.
Sejak dihidupkan oleh Inggris, wahabisme adalah hasil merger klan Saud yang mendominasi jazirah dan ordo keagamaan yang dibangun oleh Muhammad bin Abdul Wahab, pelanjut teologi kaku Ibn Taimiyah. Saud mewakili borjuisme dan Bin Abdul-Wahab mewakili gembelisme.
[ads1]
Sebagian orang bingung dan heran melihat busana sang raja yang isbal alias melewati batas mata kaki yang diharamkan oleh para penganut sekte Salafi.
Wahabisme bisa dibagi dua; teologis dan politis. Bisa juga dibagi dua; gembelisme, dan borjuisme.
Wahabisme teologis bisa didefinisikan sebagai pola keberagamaan dianut oleh orang-orang yang bermaksud beragama secara konsekuen dan “kaaffah”, karena merasa melestarikan ajaran para pendahulu alias salaf.
Orang-orang yang beragama secara wahabi karena terdoktrin tidak melulu intoleran, meski sebagian intoleran terhadap kelompok Islam yang berbeda dengannya, apalagi beda agama. Inilah wahabisme teologis yang dianut oleh orang-orang di luar lingkaran kekuasasn. Karena itu bisa dipredikasi dengan gembelisme.