Abdillah Toha, Politisi Revolusioner Bebas Isu

Abdillah Toha, Politisi Revolusioner Bebas Isu
Photo by Unsplash.com

Partai Amanat Nasional (PAN) patut bangga terhadap salah seorang kader partainya. Abdillah Toha adalah sosok politisi yang santun, tidak gampang terpancing emosinya, tidak meluap-luap dalam mengeluarkan pernyataan namun tetap konsisten dalam memperjuangkan idealismenya.

Abdillah Toha dikenal sebagai seorang politisi yang sangat tenang dalam menyampaikan ide dan buah pikiran. Ketika berucap, tutur katanya mengalir sederas air dengan pilihan kata yang tepat dan tersusun rapi meskipun tanpa teks.

Sikap seperti itulah yang semestinya dapat diteladani oleh para anggota DPR RI lainnya ketika menyampaikan pendapatnya di tengah perbedaan pendapat yang demikian tajam yang kerap kali terjadi dalam rapat-rapat di DPR. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika anggota lain dapat meneladani sikap politikus senior ini dalam mempertahankan pendapat tanpa emosi dan tetap konsisten sesuai dengan kebenaran yang diyakininya.

Di usia yang terbilang sangat matang dan sudah banyak merasakan pahit-manisnya kehidupan, ia pun bertekad pada dirinya untuk terus mengabdi dan melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat. Sehingga tidak heran jika suami dari Ning Salma ini, banyak disegani kawan dalam partai maupun lawan politiknya.

“Alhamdulillah Allah SWT telah memberikan karunia yang tiada habis-habisnya untuk saya syukuri. Karena itu, keinginan saya saat ini hanyalah ingin mengabdikan sisa hidup saya untuk mengabdi pada kepentingan bangsa dan negara, ” kata pria berpostur tinggi besar ini dengan nada tegas.

Karena itu, Ketua Badan Kerja Sama Antar-Parlemen (BKSAP) DPR RI yang juga pernah dipercaya menjadi Ketua Fraksi PAN ini pantang menyerah memperjuangkan resolusi yang diusung DPR RI dalam sidang IPU ke-116 beberapa waktu di Denpasar, Bali. Tidak tanggung-tanggung, resolusi yang menegaskan perlawanan parlemen-parlemen dunia terhadap terorisme itu mendesak agar Amerika Serikat segera menarik mundur pasukan militernya dari Irak. Sebab, tindakan tersebut dinilai telah menyebabkan tumbuhnya gerakan terorisme secara signifikan.

Mata Abdillah tampak bersinar bahagia ketika menceritakan pengalamannya saat mempimpin delegasi DPR RI yang sekaligus menjadi tuan rumah Sidang Inter Parliamentary Union (IPU) ke-116 beberapa waktu lalu di Bali. Rasa bangga atas keberhasilan tidak hanya dalam melaksanakan kegiatan Sidang Umum Internasional dengan lancar, tetapi juga saat Parlemen Indonesia dapat memasukan Emergency Item atau agenda tambahan mengenai Resolusi Terorisme tersebut.

Sesungguhnya agenda IPU yang dibahas pada Sidang Umum Internasional merupakan agenda yang telah ditentukan dan ditetapkan setahun sebelumnya. Berkat keuletan diplomasi parlemen yang dipimpinnya, delegasi yang dipimpinnya dapat meyakinkan parlemen-parlemen negara lain sehingga agenda tambahan tersebut pada akhirnya dapat disetujui dan diterima.

Agenda tambahan ini bermula dari Indonesia, kemudian didukung Iran, India, dan Mexico. Dari kesamaan pandangan, akhirnya negara-negara tersebut bersatu guna meyakinkan parlemen lain bahwa usul resolusi parlemen lebih penting daripada agenda lainnya.

Keberhasilan terpenting dari agenda tambahan mengenai terorisme adalah dengan masuknya klausul penarikan mundur tentara Amerika Serikat dan sekutunya dari Irak. Menurut Abdillah, pendudukan Amerika Serikat atas Irak bukan mengurangi terorisme tetapi malah melahirkan teroris-teroris baru. Selain itu, dampak yang jelas ditimbulkannya adalah banyaknya rakyat Irak yang menjadi korban.

“Penambahan klasul ini mendapat penentangan dari negara-negara Eropa”, ungkapnya.

Abdillah Toha adalah sosok dengan prinsip yang sangat teguh. Menurutnya, bila mau bekerja keras, sungguh-sungguh, punya prinsip, punya kepercayaan diri, dan memperjuangkan sesuatu yang diyakini benar, maka kita akan berhasil.

Politikus dengan latar belakang keluarga pebisnis ini mengaku dari kesekian kali parlemen Indonesia menjadi tuan rumah kegiatan international, dirinya merupakan satu-satunya orang di Indonesia yang berhasil diangkat menjadi anggota Komite Eksekutif IPU. Untuk menjadi anggota komite eksekutif, seseorang harus melalui debat dan voting.

Saat ini, dunia luar telah mengakui demokrasi di Indonesia luar biasa, kebebasan pers di Indonesia melebihi Amerika Serikat. Selain itu, Indonesia kini telah menjadi negara demokrasi terbesar ketiga dunia di bawah India dan Amerika.

Indonesia dengan penduduk Muslim terbesar dapat melaksanakan demokrasi dengan baik dan ini menjadi contoh bagi negara lain. Buktinya adalah Indonesia telah melakukan dua kali pemilihan pemimpin nasional dengan sangat demokratis dan masyarakat pun semakin sadar akan pentingnya demokrasi. Inilah bukti keberhasilan dari diplomasi parlemen yang selalu didengungkan Abdillah Toha.

Di samping rasa bangga terhadap keberhasilan diplomasi parlemen yang diusung dan diperjuangkannya ketika menjadi politikus, timbul rasa kecewa terhadap diplomasi pemerintah. Yaitu rasa kecewa dengan sikap diplomasi pemerintah saat mendukung Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 dalam kasus nuklir Iran.

Menurut Abdillah, Resolusi itu merupakan konspirasi besar dari negara-negara Imperialis yang dipimpin negara adi daya Amerika Serikat untuk melindungi kepentingan Amerika, terutama jalur minyak dan melindungi Israel dan Pemerintah Indonesia telah menjadi korban kebohongan serta konspirasi.

Penasehat PAN itu mengingatkan, Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 1747 hanyalah ambisi para pemegang hak veto agar kekuatan nuklir mereka tidak tersaingi. Ini hanyalah usaha untuk menghapus dan meniadakan setiap kekuatan di Timur Tengah yang dapat menghalangi hegemoni AS untuk menguasai minyak, melindungi Israel, dan menguasai jalur strategi di kawasan itu, dan Indonesia masuk dalam konspirasi besar itu.

Rasa kecewa itu juga disebabkan karena seluruh elemen masyarakat telah mendukung kebijakan Iran dalam pengayaan uranium dalam rangka pemenuhan kebutuhan energi dalam negeri.

Di samping itu, rasa kecewa yang timbul dalam diri Abdillah juga disebabkan karena pemerintah tidak menerapkan politik bebas aktif sebagai negara yang berdaulat dan merdeka, seperti yang diamanatkan Undang-Undang Dasar 1945 dan para founding fathers.

Namun dalam masalah ini, pria yang selalu berpenampilan santun ini, menghargai pelaku lobi pemerintah kita yang muda dan pintar serta mempunyai prinsip, “Semua itu tergantung kepada pimpinannya dalam hal keamampuan politiknya, karena mereka hanyalah pelaksana-pelaksana kebijakan,” kata Abdillah

Mendirikan Parta Amanat Nasional (PAN)

Bersama pimpinan partai lainnya seperti Amien Rais, AM Fatwa, Bambang Sudibyo, dan Hatta Rajasa, Abdillah mempunyai visi dan tujuan bersama dalam melihat perkembangan dan memajukan demokrasi di Tanah Air.

Di saat rekan-rekan partainya telah duduk dalam jabatan pimpinan lembaga negara dan menteri, politisi kelahiran Solo 29 April 1942 ini tetap berkutat sebagai anggota Komisi I DPR RI. Hal itu tidak dijadikan suatu masalah karena baginya setiap pekerjaan adalah ibadah yang harus dilaksanakan sebaik-baiknya.

Pria bertubuh tegap dan berkaca mata ini telah lama ingin menjadi politikus, namun kondisi era orde baru saat itu tidak memungkinkan dirinya untuk mewujudkan keinginan itu. Setelah era reformasi yang dimotori Amien Rais berhasil berjalan, keinginan itu diwujudkannya melalui wadah Partai Amanat Nasional (PAN))

Sebagai Ketua BKSAP DPR RI, dirinya tidak bosan-bosan selalu menyerukan akan pentingnya diplomasi parlemen. Menurutnya di negera-negara maju yang menganut paham demokrasi, hubungan internasional dan hubungan diplomasi tidak cukup dilakukan antara eksekutif dengan eksekutif, tetapi parlemen pun dapat melakukan peran diplomasi, termasuk parlemen Indonesia.

Abdillah Toha menilai parlemen di negara-negara demokrasi mempuyai peran besar, contohnya adalah ketika Presiden Bush menyatakan bahwa embargo senjata terhadap Indonesia tidak diperlukan lagi, parlemennya dengan berani menolak memberi dukungan atas keputusan tersebut.

Lebih lanjut, Abdillah mengatakan, diplomasi parlemen sangat penting sekali terutama di negera-negara demokratis, kecuali Singapura. Parlemen di Singapura menurutnya kurang berjalan sesuai tugas dan fungsinya, sehingga apabila kita melakukan lobi ke parlemen Singapura tidak ada gunanya. Hal itu berbeda dengan melakukan lobi ke parlemen negara lain seperti India, Jepang, dan Filipina.

Nasionalisasi Perlu Keberanian

Pikiran Abdillah yang cemerlang tampak ketika pria yang berpenampilan bersahaja ini mengemukakan pandangannya mengenai perkembangan ekonomi. Politisi dari Daerah Pemilihan Banten II (2004) dan DKI Jakarta I (2009) ini berpendapat dalam membangun perekonomian nasional, kita selalu dibayangi ketakutan bahwa jika ‘memusuhi’ negara-negara besar akan berdampak terhadap turunnya minat investasi.

Padahal, menurut Abdillah, hal tersebut tidaklah benar karena jika infrastruktur baik dan birokrasi lancar, maka para investor asing akan datang dengan sendirinya. “Dalam paham kapitalisme, materi (uang) tidak punya idelogi,” tegasnya.

Abdillah mencontohkan Malaysia, dimana Perdana Menteri Mahatir Mohammad bisa dengan keras menentang negara-negara besar, terutama Amerika Serikat dalam kebijakan luar negerinya, tetapi para investor asing tetap mau berinvestasi di negara tersebut. “Ini soal mental pemerintah,” katanya.

Politikus yang juga menjadi komisaris utama Penerbit Mizan ini pun berharap negara-negara ASEAN tidak boleh selalu bergantung kepada Amerika. Ia bahkan menyarankan agar membentuk cadangan baru yang tak bergantung kepada Dollar.

Abdillah kembali mencontohkan Venezuela yang telah melakukan Nasionalisasi terhadap perusahaan minyaknya dan langkah negara tersebut tidak membuat pergi para pemilik modal asing.

“Langkah nasionalisasi yang dilakukan Venezuela tersebut karena mereka telah dibohongi pemodal asing (kapitalis) yang mengatakan bahwa biaya produksi minyak mentah 20 Dollar per barel,” jelas Abdillah.

Ia menerangkan, karena merasa dibohongi, akhirnya pemerintah Venezuela mengambil alih perusahaan minyak tersebut dan diketahui ternyata biaya produksi (cost production) minyak mentah hanya 6 Dollar per barel.

Dari contoh tersebut, Abdillah berharap timbul keberanian pada pemerintah Indonesia untuk melakukan nasionalisasi perusahaan minyak. Karena di mata perusahaan asing, Indonesia merupakan negara dengan pangsa pasar yang begitu besar.

“Sebab kebohongan kaum kapitalis itu juga dilakukan di Indonesia,” tegas Abdillah seraya menyebut perusahaan raksasa penambang emas di Papua, yang menurutnya telah melakukan kebohongan serupa.

Menjadi Anggota Dewan

Ketika ditanya mengenai posisinya sebagai anggota DPR yang mewakili suara rakyat, pria yang hobi membaca buku dan menonton film ini menjawab, bahwa menjadi anggota DPR bukanlah karunia melainkan amanah.

Sebenarnya, ia pernah berkesempatan menjadi anggota DPR pada Pemilu 1999, namun karena masih berkeinginan menjadi “penjaga gawang” di PAN, ia baru bersedia dicalonkan sebagai anggota DPR pada Pemilu 2004.

Sebagai wakil rakyat, suami Ning Salmah dan ayah dari 3 orang putra, Riza, Karima, dan Nadia yang semuanya telah berumah tangga ini, menilai menjadi anggota dewan sangat penting sekali, karena ikut dalam menentukan kebijakan bagi masyarakat.

Namun, ia menandaskan bahwa jika tidak berhati-hati dalam berpolitik, seseorang dapat tergerus erosi nuraninya, sehingga prinsipnya berubah.

Ia berharap anggota dewan haruslah terdiri dari orang-orang cerdas, jujur, dan amanah. Ini berarti bahwa seorang anggota dewan harus memahami mekanisme kedewanan dalam memberikan gagasan di depan rapat-rapat, serta tak lupa pada kesejahteraan rakyat yang memilih mereka.

Mengenai motivasinya menjadi anggota DPR, Abdillah menjelaskan bahwa sebagai orang yang sudah memasuki arena politik, satu-satunya jalan untuk menyalurkan aspirasi rakyat adalah dengan menjadi wakil rakyat, terutama aspirasi mayoritas, yakni rakyat kecil.

Berbicara tentang kontribusi yang akan diberikannya sebagai wakil rakyat, Abdillah yang pernah menjadi presiden Australia Indonesia Association, presiden Ikatan Pelajar Indonesia di Australia mengatakan bahwa ada tiga persoalan utama yang mesti segera diselesaikan.

Pertama, penegakkan hukum. “Apabila hal ini dilakukan, diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah lain, seperti pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme, mengurangi kebocoran negara guna meningkatkan anggaran pendidikan dan kesehatan masyarakat,” ujarnya.

Kedua, mendorong perlunya dilakukan affirmative action oleh pemerintah kepada masyarakat kecil seperti petani dan nelayan. Abdillah mencontohkan proses pembangunan di Taiwan yang sangat mendukung pengusaha kecil dan menengah. Ketiga, masalah utang luar negeri, dan keempat, memperkuat civil society.

Pada Pemilu mendatang (periode 2009-20014), Komisaris Mizan Grup ini akan mewakili Daerah Pemilihan Jakarta Selatan. Maju terus.. AT!

BIODATA

Nama Lengkap : Abdillah Toha

Tempat & Tanggal Lahir : Solo, 29 April 1942

Agama : Islam

Nama Istri : Ning Salma

Anak : 3 (tiga) orang (Riza, Karima, dan Nadia)

RIWAYAT PENDIDIKAN :

  1. SMEAN II Solo
  2. Universitas Gajah Mada
  3. University of Western Australia

RIWAYAT PEKERJAAN :

  1. Ketua BKSAP DPR RI (2005-sekarang)
  2. Anggota Komisi I DPR RI
  3. Anggota DPR/MPR RI (2004-2009)
  4. Ketua Fraksi PAN (2004-2007)
  5. Direktur Eksekutif Institute for Soc-Ec and Pol Studies
  6. Komisaris Utama Penerbit Mizan
  7. Executive Committee Inter Parliamentary Union (IPU) (2006-sekarang)

PENGALAMAN ORGANISASI:

  1. Pendiri dan pengurus Yayasan RS Mata AINI
  2. Pendiri dan Pengurus Pusat Pengembangan Agribisnis
  3. Pendiri Yayasan AINI
  4. Direktur Yayasan AINI
  5. Direktur Eksekutif IN-EP
  6. Ikatan Financial Eksekutif Indonesia
  7. Ketua DPP PAN (2000-2005)
  8. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
  9. Ikatan Pelajar Indonesia di Australia
  10. Australia-Indonesia Association
  11. Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia (ICMI)

Read more