ABSURDITAS YANG TAK DIRISAUKAN: "AGAMA NIR PROSPEK, UMAT TUNA OTORITAS"

ABSURDITAS YANG TAK DIRISAUKAN: "AGAMA NIR PROSPEK, UMAT TUNA OTORITAS"

Alasan logis, filosofis dan realistis mempertahankan agama di tengah aruh deisme (pemikiran yang menihilkan peran Tuhan sebagai Penata dan Pemberlaku sistem hidup) adalah keyakinan aksiomatik bahwa eksistensi kebenaran dan keadilan adalah niscaya, substansial dan nyata, sedangkan eksistensi kepalsuan dan kezaliman adalah artifisial, aksidental dan konstruktif.

Keyakinan itu tertanam secara inheren sepaket dengan diri setiap individu manusia. Karena itu, manusia normal dalam setiap episode kehidupan dari masa ke masa selalu menolak apapun yang absurd, nihil dan noir.

Karena keyakinan inheren itulah  harapan akan happy ending dengan tegaknya kebenaran, meratanya keadilan dan meranggasnya kepalsuan, kejahatan dan kezaliman dalam semua dimensinya, tak pernah pupus.

Karena kuatnya harapan dan optimisme inilah, manusia-manusia terus berjuang menegakkan keadilan, meski kebenaran sentra-sentra kejahatan terus berusaha mengganti harapan insani dengan fatalisme, apatisme dan kekerdilan di hadapan realitas tak fair yang dilukislkan sebagai faka determinan demi status quo dan eshtablisment para bromocorah dunia.

Harapan inilah yang oleh flsuf moral Prancis Henri Bergson dalam bukunya L'Évolution créatrice (1907), disebut dengan Elan Vital.

Setelah menemukan alasan logis, filosifis dan realistis mempertahankan agama di tengah arus besar deisme yang mengungkap sinisme dan apatisme, apa alasan logis, filosofis dan realiatis menjadi penganutnya yang setia di tengah arus besar sekularisme, saintisme, nasionalisme? Manakah umatnya? Adakah agama (pernah) sukses membangun sebuah masyarakat seagama sebagai umat yang solid dan satu? Cukupkah ajaran yang tersimpan di balik teks-teks dengan sengketa klaim otentisitas membentuk satu umat?

Sebagaimana satu bangsa yang dibentuk oleh sejumlah elemen, satu umat juga dibentuk oleh dua elemen vital. Salah satunya adalah satu keyakinan fundamental dan universal,

Keyakinan keyakinan fundamental dan univerdal merupakan visi bersama.

Visi bersama merupakan identitas primer yang menghimpun setiap individu sekeyakinan dengan segala keragamaan kebangsaan, kesukuan, kedaerahan dan sebagainya.

Bila  tidak diimplementasikan secara jelas dan seragan, keyakinan fundamental dan universal tersebut tidak menjadi identitas bersama.

Bila keyakinan fundamental dan universal tidak menjadi identitas bersama, umat sekeyakinan tidak terbentuk.

Bila umat sekeyakinan tidak terbentuk, maka agama tidak nenjadi sistem perikaku vertikal dan horisontal individu.

Bila tidak menjadi sistem perilaku vertkal dan horisontal, agama gagal.

Bila gagal, agama tak diperlukan. Agama yang tak diperlukan adalah paradoks.

Elemen lainnya adalah otoritas. Tanpa satu otoritas, setiap individu merumuskan metode implimentasi, atau sebagian individu memaksakan metode implementasi atas individu lainnya.

Bila setiap individu merumuskan metode implimentasi, atau sebagian individu memaksakan metode implementasi atas individu lainnya, keseragaman perilaku tak terjadi.

Bila keseragaman perilaku tidak terjadi, identitas bersama hilang.

Bila identitas bersama hilang, satu umat tak terbentuk.

Bila umat tidak terbentuk, agama tidak menjadi sistem perilaku individu-individu.

Bila tak menjadi sisten perlaku individu-individu, agama tidak diperlukan. Agama yang tidak diperlukan adalah paradoks.

Tanpa keyakinan fundamental dan universal sebagai visi bersama, dan tanpa otoritas yang menyeragamkan perilaku, umat tak terbentuk. Tanpa umat, agama tak layak dianut.

Read more