Skip to main content

AGAMA, ANTARA PEMAHAMAN YANG RELATIF DAN YANG MUTLAK

By September 10, 2016No Comments

Kalau pemahaman umat terhadap wahyu itu sama dengan pemahaman Nabi, lalu apa alasan pengutusannya?
Orang pandir gusar karena banyaknya orang yang tak sepaham dengannnya menggoyahkan keyakinannya. Karena itu dia mensesatkan dan mengkafirkan yang tak sepaham dengannya.
Dahulukan logika atas dogma.
Wahyu pada dirinya yang diterima Nabi adalah benar secara mutlak. Tapi karena kebenaran penafsirannya tidak mutlak, logika menjadi tolok ukurnya.
Fakta tentang relativitas pemahaman manusia meniscayakan kesucian agama melalui wahyu yang diterima manusia suci supaya pemahamannya tetapi mutlak.
Konsep kenabian, manusia suci dan insan kamil justru mengkonfirmasi kenisbian pemahaman manusia pada umumnya, bukan sebaliknya.
Penolakan teori kesucian dan insan kamil dengan ketidaksempurnaan manusia justru memutlakkan pemahaman yang relatif juga menihilkan kenabian.
Karena manusia pada umumnya tidak mutlak dan tidak suci, perlu ada ajaran yang tidak relatif, sempurna dan suci. Inilah yang meniscayakan adanya insan suci.
Bila manusia penerima ajaran suci, mutlak dan sempurna itu tidak suci dan tidak sempurna, hilanglah urgensi kesucian wahyu dan kemutlakannya.
Anehnya kebanyakan manusia hanya mengambil salah 1 dari 2 sikap ekstrem; 1) Merelatifkan semua ajaran agama termasuk yang diterima Nabi; 2) Memutlakkan agama (wahyu) yang diterima Nabi juga memutlakkan salah 1 versi penafsirannya (mazhab). Inilah biang aksi kekerasan dan intoleransi.
Merelatifkan persepsi (mazhab) tidak berarti menolak kemutlakan agama atau mendukung liberalisme, malah mempertahankan posisi agama.