"AGAMA ANTARA RENDANG DAN RAWON"
Karena merasa tak punya cukup waktu atau tak punya cukup bekal pengetahuan untuk serius mempelajari dasar fundamental keberagamaan, apalagi membandingkannya atau karena bosan mendengar agama seolah hanya nasihat, ancaman neraka dan kesusahan di dunia, atau letih menghadapi konflik juga resah melihat perilaku buruk sebagian penganut agama atau menemukan banyak orang beragama secara fanatik, ekstrem dan intoleran, sebagian orang mengubah mindsetnya tentang agama.
Sebagian orang menganggap ragam agama sebagai ragam sarana mencapai satu tujuan mulia yang sama, yaitu penghambaan kepada Tuhan. Karena dianggap sebagai sarana, maka setiap orang sesuai pemahamannya memilih satu dari ragam sarana itu demi menjadi hamba yang baik. Menganut agama bagi mereka tak ubahnya memilih satu ragam jenis kendaraan berdasarkan kemampuan finansial masing-masing dari tercepat dan termewah seperti lamborghini sampai termurah seperti odong-odong atau becak.
Sebagian lain menganggap agama-agama sebagai aneka cara yang berlainan untuk mencapai satu tujuan yang sama berdasarkan pertimbangan kemudahan dan tuntutan yang berbeda-beda pada setiap orang. Menganut sebuah agama tak lebih dari memilih salah satu dari tiga atau empat lajur jalan, kanan, kiri dan bahu jalan. Pilihan lajur memberikan konsekuensi yang berbeda bagi masing-masing penggunanya. Bagi yang menganggap agama laksana lajur di jalan tol, memindah posisi, menambah kecepatan dan menguranginya atau bahkan berhenti sejenak di rest area bukanlah sesuatu yang patut dihebohkan.
Ada sebagian orang menganggap agama-agama sebagai daftar pilihan aneka menu makanan lalu menganut salah satunya sebagai selera subjektif alias suka-suka. Karena dianut sebagai selera, maka konsekuensi pergantian dan perubahan agama sewaktu-waktu tidak dipersoalkan.
Setiap orang berhak memandang agama sesuai pilihannya, tapi anggapan-anggapan di atas tentang agama adalah akibat dari mengeluarkan agama dari zona pengetahuan dan ilmu. Bila dianut karena keputusan rasional dan sebagai buah pilihan intelektual, agama menjadi postulat dan aksioma sebagaimana lazimnya hukum matematika dan teori dasar fisika. Ia bukan rendang atau rawon, bukan sedan atau odong-odong dan bukan pula lajur di jalan tol. Ia adalah pengetahuan.
Cukup lama agama dianut sebagai doktrin yang dijejalkan lalu dijustifikasi sebagai keberuntungan petunjuk yang diberikan oleh Tuhan, atau dilihat sebagai buah ketelanjuran oleh yang tak lagi menganutnya.