AGAMA BUKAN ASAS NKRI
[caption id="attachment_17093" align="alignright" width="300"] AGAMA BUKAN ASAS NKRI[/caption]
Setiap individu dalam himpuanan apapun seperti keluarga, marga, suku, bangsa dan dalam institusi apapun seperti rumah tangga, korporasi dan negara, mempunyai ciri dan identitas personal yang dibentuk oleh bawaan dan lingkungan.
Sebagai makhluk rasional, individu manusia memerlukan individu lain untuk bertahan hidup dan melanjutkan eksistensinya. Karena itu, dalam dirinya terdapat dorongan untuk merapat dan bergabung dengan individu-individu lain yang menerimanya.
Karena merasa menjadi bagian dari himpunan, setiap individu di dalamnya merasa berhak atasnya secara kolektif. Agar tidak terjadi konflik akibat dominasi salah satu individu atau kelompok atas kelompok lain, dibuatlah sistem yang diterapkan sebagai institusi yang suprem. Itulah negara.
Rasa menjadi bagian dari sesuatu adalah cinta. Ia muncul karena menerima sesuatu lain yang juga menerimanya. Karena itu, mencintai keluarga berarti merasa bagian dari himpunan kecil yang terdiri atas beberapa individu yang diikat oleh sebuah kontrak seperti pernikahan dan lainnya.
Mencintai bangsa berarti merasa bagian dari sebuah himpunan besar beberapa individu yang diikat oleh sebuah kontrak seperti pakta, konstitusi, referendum atau lainnya.
Kadar rasa kebangsaan (rasa kesebangsaan) sebuah individu dan kelompok keyakinan dan etnik ditentukan oleh kadar perlakuan sebangsa kepadanya. Ia tumbuh dan makin tumbuh bila kelompok-kelompok lain yang sebangsa juga merawatnya dalam perlakuan sepadan dan interaksi setara.
Merasa sebagai bagian dari sebuah bangsa bisa berkurang bahkan hilang bila individu-individu dan kelompok-kelompok lain sebangsa tak memperlakukannya sebagai sebangsa.
Demi mempertahankan rasa kesebangsaan dalam sebuah daerah alias negara, bangsa (himpunan besar dengan yang diikat oleh kontrak sosial) melalui individu-ibdividu yang dipilih dan diupahnya menetapkan lalu memberlakukan undang-undang dan menegakkan hukum tanpa pengistimewaan individu dan kelompok apapun.
Tak hanya itu, bangsa juga melakukan rembugan melalui individu-individu yang dipilih karena keunggulan intelektual dan moral memperbarui undang-undang dan mengevaluasi penerapan hukum demi memastikan setiap individu mendapat hak setara dan perlakuan sosial dan lainnya secara adil dan proporsional.
Bila sebagian individu dan kelompok melakukan tindakan yang merugikan kelompok lain karena merasa lebih berhak atas negara dan propertinya, maka spirit rasa kesebangsaan perlahan-lahan hilang.
Intoleransi dengan jargon agama, ras dan pandangan lainnya yang bukan bagian dari kontrak sosial dan asas berbangsa dan negara adalah ancaman nyata terhadap eksistensi bangsa dan negara serta masa depan setiap kelompok dan individu di dalamnya.
Fenomena kompetisi politik yang ditandai dengan gerakan menjadikan salah satu agama yang bukan asas berbangsa sebagai sarana kampanye, mengindikasikan makin menipisnya kesadaran dan rasa kesebangsaan yang dibangun di atas kontrak sosial keragaman yang setara.