AGAMA FILSAFAT

AGAMA FILSAFAT
Photo by Unsplash.com

Agama, filsafat dan sain sering diposisikan sebagai tiga pilar peradaban. Artinya, sejarah manusia selalu diwarnai oleh tiga produk knowledge tersebut. Agama dalam konteks ini adalah info-info tentang Tuhan dan ajaran-ajarannya. Filsafat dalam konteks ini adalah premis-premis yang dihasilkan dari logika tentang pengetahuan, realitas dan nilai-nilai. Sains dalam konteks ini adalah teori-teori yang menghasilkan sarana-sarana.

Di era modern filsafat (yang pada dasarnya berhadapan secara vis a vis dengan sains karena basisnya adalah rasio abstrak) digusur oleh sains yang bertumpu pada realitas konkret atau direduksi dan dimasukkan dalam sains sebagai basis humaniora yang positivistik dengan objek konkret. Jadilah filsafat di era modern kumpulan aneka pendapat polemik yang tak lagi universal, abstrak dan transenden tapi sebutan bagi metode berpikir rasional, sistematis dan radikal tentang isu-isu konkret sebagai pendukung sains positif.

Filsafat murni hanya dipelihara sebagai wacana skolastik dan narasi teologi di pusat-pusat pendidikan Katolik dalam masyarakat Kristen dan Syiah dalam masyarakat Islam. Mungkin karena corak skolastiknya, Katolik diperlakukan sebagai agama tersendiri di luar non Katolik lainnya. Karena corak teosofiknya, Syiah diperlakukan sebagai agama tersendiri di luar non Syiah lainnya. Ciri filosofis ini seolah menjadi pemantik kebencian sektarian dan politis terhadap Syiah yang direpresentasi oleh Iran. Trump dan Israel bisa bergandengan tangan rezim-rezim Arab untuk memusuhi Iran bukan karena kesyiahannya namun karena corak rasionalnya yang melahirkan resistensi atau perlawanan terhadap hegemoni dan penjajahan.

Katolik yang berkembang di Romawi Bizantium memadukan Kristen di Jerussalem dengan filsafat Skolastk dan filsafat Yunani. Syiah yang berkembang di Persia memadukan Islam di Arab dengan teosofi Persia dan filsafat Yunani. dalam Peripateriik, Ilmuniasionisme dan Transedentalisme. Kini Katolik sebagai school of Tought berdiri menjulang dalam ordo Vatikan, dan Syiah sebagai school of Tought berdiri menjulang dalam hauzah Qom. Meski demikian, nasib filsafat di era modern dalam masyarakat Katolik dan Syiah tidaklah sama. Rasionalitas terutama Transendentalisme Sadra menjadi semacam magma intelektualisme yang terus menyala. Namun, makin dominannya filsafat dalam studi-studi agama di Hauzah Qom mengundang resistensi yang menciptakan polarisasi dengan menguatnya Hauzah Najaf sebagai sentranya.

Di era post positivisme, yang ditandai dengan digitalisme, sains positif yang hanya menciptakan teknologi hardware, merasa terancam. Relativitas Enstein dan rumus-rumus sains justru mengungkap misteri tentang yang abstrak. Filsafat mulai dilirik sejak sains tak lagi disebut ilmu pasti atau eksakta.

Sedangkan agama di era modern, karena -dalam konteks ini- tidak didasarkan pada rasio abstrak dan tentu tidak mengandalkan indra konkret, tapi berbasis klaim kabar dari Tuhan yang disampaikan oleh pendiri lalu diteruskan dan dikembangkan oleh para pemgikutnya masing-masing, berhadapan dengan sains dan filsafat. Jadilah kini agama sebagai zona bebas logika abstrak (filsafat) dan bebas logika konkret (sains).

Barat modern, sejak Aufklarung, meninggalkan agama karena dianggap tidak rasional juga meninggalkan filsafat karena dianggap abstrak (meski rasional), dan mendeklarasikan sains sebagai satu-satunya peradaban. Dengan kata lain, Barat modern menolak agama dengan rasionalisme, lalu menolak rasionalisme dengan empirisisme, kemudian menolak atau mengkritik empirisisme dengan positivisme.

Tapi yang memancing penasaran adalah bertahannya agama di era modern dan post modern. Tak hanya pengikutnya makin banyak, reiliusitas awamnya meningkat hingga menciptakan intoleransi dan lainnya. Ternyata agama tanpa logika dan filsafat hanyalah kartel kekuasaan yang hanya bertahan di atas kebodohan yang terus disebarkan berupa ajakan menolak logika.

Daur ulang semua info tentang agama atau lebih khusus info tentang Islam dengan logika (filsafat) sebagai filter melahirkan sebuah pemahaman aksiomatis kecuali dalam bidang-bidang ritual spekulatif yang merupakan domain orang-orang kompeten di dalamnya.

Read more