"AGAMA RADIKAL"

"AGAMA RADIKAL"
Photo by Unsplash.com

Radikalisme dan intoleransi bisa dicegah dengan logika agama, bukan doktrin agama.

Radikalisme dan intoleransi adalah produk doktrin agama yang bugil logika.

Radikalisme bukanlah ajaran baru. Ia terungkap dalam teks-teks yang disakralkan dan tertera dalam kitab-kitab riwayat yang dianggap benar tanpa secuilpun kesalahan.

Radikalisme bukanlah ajaran baru. Ia terungkap dalam teks-teks non wahyu yang disakralkan dan tertera dalam kitab-kitab riwayat yang dianggap benar tanpa secuilpun kesalahan.

Radikalisme menjadi keyakinan teologis saat teks ditafsirkan secara literal tanpa pemahaman konteks.

Karena agama telah dibingkai oleh banyak agamawan dan kelompok dengan ragam kecenderungannya, dan sebagian memang menganjurkan intoleransi dan radikalisme, mungkin sebaiknya agama menjadi pilihan personal dan tidak diajarkan di sekolah.

Karena prilaku salah bahkan sadis banyak figur terdahulu tidak boleh dibicarakan apalagi dikecam, radikalisme dan agresi menjadi teologi.

Ada ratusan teks berisikan anjuran agresi terhadap kelompok lain yang dishohihkan.

Ahlulkitab (para penganut agama-agama ibrahimik) bukanlah musyrikin.

Sebagian besar ayat tentang Musyrikin berkonteks Musyrikin Mekkah yang tak menghormati norma kemanusiaan dan agama-agama ibrahimik.

“Dan jika seorang di antara orang-orang musyrikin itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah ia supaya ia sempat mendengar firman Allah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Demikian itu disebabkan mereka kaum yang tidak mengetahui.” (QS. At Taubah: 6

Berpikir logis dulu, baru beragama. Bila tidak ayat terbaca sebagai anjuran radikalisme dan intoleransi.

Read more