Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim adalah lahan dakwah yang subur dan sangat luas. Meski jumlah pendakwah terasa ovestock, tetap menjadi target ceramah para pendakwah overseas. Dia adalah salah satunya.
Dia bisa dianggap satu dari sedikit agamawan dari kalangan alawi Hadramaut yang sukses di luar Yaman, negeri kakeknya. Kesuksesan karir keulamaannya dan keterterimaannya di UEA, Yordania dan banyak negara Arab modern di usia yang cukup muda mungkin karena pandangan-pandangannya yang progresif dan kontekstual. Sangat mungkin itu dibentuk oleh faktor area pergaulannya yang luas dan domisilinya di luar lingkungan Hadramaut yang dikenal tradisional dan konservatif.
Tidak seperti biasanya ketika menulis data pribadi para tokoh, wikipedia tidak menerangkan secara detail latarbelakang pendidikannya serta jenjang-jenjang yang dilewatinya. Meski tak ada keterangan nama lembaga pendidikan dalam biografinya yang panjang, sebagaimana disebutkan di wikipedia, dia memegang 300 ijazah. Ini mungkin bisa dianggap rekor sepanjang masa. Melihat angka itu, terbayang betapa panjangnya bila setiap gelar dari ijazah itu disertakan di samping namanya. Tapi dalam lingkungan pendidikan tradisional agama dan kalangan sufi, kata ijazah bermakna semacam lisensi khusus dalam pengamalan wirid khusus yang diyakini mempunyai kandungan energi mistik yang luar biasa.
Habib ini, meski dipuja banyak orang, kerap dikritik. Dia dikecam oleh sebagian jurnalis sebagai orang suruhan rezim Emirat yang menjalin hubungan resmi dengan rezim perampas Quds. Ada pula yang meragukan kompetensi dan kualifikasi intelektualnya karena tidak tercatat mengenyam pendidikan formal.
Di Mesir dia sempat dituduh sebagai penyebar mazhab Syiah dengan kedok tasawuf, meski berkali-kali menegaskan diri sebagai penganut mazhab Sunni dan menyampaikan kritik pedas komunitas Syiah.
Yang mengundang kontroversi kecil di kalangan adalah pernyataannya tentang Wilayah Faqih yang dianggap offside oleh sebagian. Meski tak semua Syiah mengimaninya, beberapa individu Syiah dalam komunitas alawi di Indonesia menyayangkan pernyataannya yang terkesan menyamakan ISIS bentukan AS dan rezim-rezim Arab sekutunya dengan kelompok-kelompok resistensi, terutama Hezbollah yang mempersembahkan banyak nyawa pemuda pejuang demi mengusir Israel dari Lebanon dan lusinan gerombolan teroris dari Suriah dan Irak. Yang lebih disayangkan, pernyataan itu disampaikan di ruang publik atau di hadapan pihak yang tidak terkait dengan isu tersebut, bukan dalam forum khusus yang dihadiri orang-orang kompeten.
Di luar semua itu, meski pernyataan itu cukup kontras dengan ekspektasi banyak alawiyin Syiah dari seorang dai kelas internasional yang progresif, Habib Ali tetap konsisten tak ikut-ikutan mengkafirkan Syiah, bahkan menentang pengkafiran.
Semoga ceramah-ceramahnya selama berada di Indonesia bermanfaat.