Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad, dalam rapat kabinet kemarin menanggapi pernyataan Presiden AS, George W. Bush. “Jika ada pihak yang berhak memberikan prasyarat untuk berunding, maka itu pihak itu adalah kami. Sebab, kami mengkhawatirkan bom-bom atom yang dimiliki oleh orang-orang yang haus perang,” katanya. Sebagaimana dilaporkan oleh media, baru-baru ini Bush menyatakan siap berunding dengan Iran apabila bersedia meninggalkan program nuklirnya.
Ahmadinejad juga menandaskan, “Dalam dua tahun terakhir ini, akibat tekanan negara-negara arogan, masalah nuklir Iran telah menyimpang dari prosedur semestinya. Namun kini, Badan Energi Atom Internasional (IAEA) telah menemukan kembali perannya dalam isu ini.” Dikatakannya, Iran merupakan bangsa pendukung logika dan dialog. Akal sehat pun tak dapat menerima bila seseorang berbicara soal hak sah dan konstitusional sebuah negara tanpa landasan yang jelas.
Terkait hal ini, Menteri Luar Negeri Perancis, Bernard Kouchner, yang selalu mendukung unilateralisme AS terhadap Iran, kali ini mengatakan, “Paris mendukung sikap Dirjen IAEA, Mohammad Elbaradei soal nuklir Iran.” Lebih lanjut Kouchner dalam wawancaranya dengan Koran El Pais, terbitan Madrid menandaskan, “Harus diingat bahwa Elbaradei juga mempunyai hak dalam kaitan nuklir Iran. Salah besar jika perannya diabaikan.” Kepada AS, Kouchner mengatakan, “Kami bersekutu, namun dalam masalah Iran kami berbeda pendapat.” “Kesepakatan Iran dan IAEA merupakan tugas teknis untuk menyelesaikan hal-hal nuklir Iran yang belum tuntas, dan proses ini akan berlanjut hingga dua atau tiga bulan ke depan,” tegasnya.
Dalam kaitan ini, Wakil Iran di IAEA, Ali Asghar Soltanieh, dalam wawancara dengan Kantor Berita IRNA melaporkan kunjungan Wakil IAEA, Olli Heinonen, ke Teheran, sore hari ini. Kedatangan Heinonen ini berkaitan dengan rencana perundingan soal mesin sentrifugal P-1 dan P-2 yang akan digelar besok. Sebelumnya, perundingan yang sama dihelat pada tanggal 24-25 September di Teheran. (irib)