AKSI TURKI YANG MEMUKAU

AKSI TURKI YANG MEMUKAU
Photo by Unsplash.com

Media mainstream dunia berlomba memberitakan sikap berani Turki melalui retorika berapi-api Erdogan yang mengecam Israel dan menyerukan umat Islam serta negara-negara Muslim untuk mendukung perlawanan atas agresi rezim zionis "Israel" terhadap Al-Aqsa. Di Indonesia, sebagian warganya yang, maaf, agak terbelakang bahkan terbalik secara keagamaan, memuja khilafah dan memandang Turki sebagai pemimpin dunia Islam dengan warisan dinasti Otomannya, secara massif dan intensif memblow up sikap Erdogan dan pidatonya yang eksplosif.

Singkatnya, Turki secara geopolitik di bawah kepemimpinan Recep Tayyip Erdogan dipersepsi secara sesat oleh sebagian kalangan obskurantis sebagai manifestasi kebangkitan kembali "khilafah" (yang faktanya adalah dinasti), berani melawan "Israel", serta musuh besar di kawasan yang ditakuti "Israel".

Tapi, tunggu dulu!

Bukan kali ini saja Turki berdrama dan berparodi melalui perang retorika yang konon vis-a-vis rezim zionis "Israel". Sebelumnya, Erdogan sempat bermain apik dan heroik dalam episode perang mulut dengan PM Israel Shimon Peres dalam forum World Economic Forum di Davos (2009).

Drama perang-perangan Israel - Turki terlalu bugil di mata banyak orang yang melek geopolitik dan sedikit paham semiotika (perihal tanda) politik. Kedua negara pembenci dan musuh besar Bashar Assad ini faktanya sangat karib bersahabat bahkan bersekutu dalam kawanan NATO.

Turki sendiri telah menjalin hubungan diplomatik yang lama dengan rezim kolonial zionis sejak 1950. Hubungan mesra itu tidak berubah sampai berkuasanya rezim otoriter Erdogan pada hari ini.

Secara adminitratif, warga ilegal "Israel" atau pemegang paspor "Israel" bahkan tidak perlu visa untuk masuk ke Turki. Mereka bisa masuk Turki kapan saja mau, layaknya masuk ke negara sendiri. Secara historis, Turki menjadi salah satu negara pertama yang mengakui eksistensi "Israel" sebagai "negara" pada 1949, selang setahun setelah "Israel" diproklamirkan secara sepihak dan congkak pada 1948.

Di samping berbagai bentuk kerjasama di atas, kedua rezim juga memiliki perjanjian kerjasama bilateral di berbagai bidang lainnya, seperti kepolisian, pertukaran kebudayaan, pembangunan pertanian, perdagangan, intelijen, dan ilmu pengetahuan.

Berdasarkan data Trading Economics, Kamis (13/5/2021), ekspor Turki ke "Israel" pada Maret 2021 meningkat. Angka itu terbilang paling fantastis dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

Pada Desember 2020, ekspor Turki ke koloni zionis "Israel" juga meroket jauh hingga US$ 484 juta (Rp. 6,9 triliun) dan membumbung tinggi lagi ke angka US$ 432,7 juta (Rp. 6,1 triliun) pada Februari 2021.

Total ekspor di bulan Maret mencapai US$ 495,5 juta (Rp. 7 triliun). Tingginya ekspor pada Maret 2021 membuat koloni zionis di wilayah Palestina menjadi mitra dagang terbesar Turki, melebihi Arab Saudi dan Indonesia.

Pada Oktober 2021, The Jerusalem Post melaporkan komoditas ekspor Turki ke koloni zionis "Israel" yang meningkat adalah makanan dan minuman. Selama beberapa tahun terakhir, Turki juga meraup surplus saat berdagang dengan "Israel".

Jauh-jauh hari sebelumnya, Turki-"Israel" juga telah meneken Pakta Periferal (1958). Isinya antara lain, keduanya pihak sepakat untuk saling bertukar informasi intelijen dan massif melakukan kampanye kehumasan ke komunitas dan koloni masing-masing.

Itu sebabnya, mengapa pada Perang Arab-"Israel" pada 1967, Turki terlihat mengecam "Israel", sekaligus menolak klausul yang menyatakan "Israel" sebagai agresor. Perang 1967 menyebabkan jatuhnya Yerusalem Timur termasuk kawasan Masjid Al-Aqsa ke tangan rezim kolonial zionis "Israel", sampai sekarang.

Berdasar fakta dramaturgis yang begitu memukau dimainkan oleh Turki, AS dan sekutu "Israel", dapat dipahami bahwa rezim-rezim kolonial itu sedang mrmainkan trik mencipta "musuh imajiner sekaligus alternatif" bagi "Israel" sebagai upaya menggiring opini publik agar melupakan Republik Islam Iran yang nyata-nyata menetapkan dalam konstitusinya bahwa rezim zionis "Israel" adalah negara fiktif dan menganggap pemusnahannya sebagai kewajiban ideologis dan konstitusional.

Bahkan dalam konstelasi di kawasan yang kini diam-diam mulai mendunia, Iran makin menjulang sebagai poros perlawanan terhadap rezim kolonial zionis "Israel" sekaligus induk semang zionis, yaitu rezim arogan Amerika Serikat. Iran makin kinclong bukan karena drama atau public relation, tapi ketulusan, komitmen, pemihakan, dan konsistensinya dalam membantu bangsa yang tertindas di dunia. Venezuela termasuk negara yang secara geografis jauh dari Timur Tengah yang pernah mengecap bantuan Iran tanpa motif apapun kecuali menolong rakyat dan pemerintah demokratis Venezuela keluar dengan selamat dari intimidasi dan teror mematikan rezim arogan Amerika Serikat.

Dunia seolah lupa bahwa Iran yang anti agresi, jauh dari kepentingan geopolitik, dan intervensi, justru konsisten menganggap rezim kolonial zionis "Israel" sebagai penjajah dan tak sudi mengakui eksistensinya demi menjunjung tinggi kemanusiaan, mengartikulasikan empati, sekaligus mempertahankan amanat UUD-nya meski harus menghadapi serangkaian intimidasi, teror, embargo.

Turki secara moral jauh di bawah Indonesia, negara besar dengan populasi Muslim terbesar di dunia,

tak sejengkal pun bergeser dari pendiriannya sebagaimana diamanatkan dalam preambule UUD 45 dan tidak akan pernah mengakui rezim ilegal "Israel" sekaligus aktif mengupayakan kemerdekaan bangsa Palestina, kendati sempat diiming-imingi fulus jutaan dolar berupa investasi oleh Amerika Serikat.

Read more