AMBIGUITAS DEMOKRASI DAN KUASA FORMAL PARTAI
Ada dua fakta demokrasi Indonesia yang perlu mendapatkan perhatian dalam konteks Pemerintahan baru.
Supremasi Partai
Sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam undang-undang, aspirasi rakyat hanya direpresentasi oleh para anggota parlemen yang terpilih. Padahal para legislator dalam praktiknya tunduk kepada partai pengusungnya yang punya kuasa formal terhadapnya, bahkan bisa memecat dan menggantinya sesuai kepentingan partai.
Dengan adanya dominasi partai politik terhadap anggota parlemen, anggota parlemen cenderung tunduk pada kebijakan dan kepentingan partai politik yang mengusungnya, bahkan sampai pada tingkat partai memiliki kuasa formal untuk menggantinya.
Faktor ini mungkin akan terus memengaruhi kemandirian anggota parlemen dalam mewakili aspirasi rakyat. Partai politik dapat terus memegang kendali terhadap anggotanya, yang mengarah pada keterbatasan dalam representasi yang independen.
Sedangkan peran partai politik di banyak negara lebih fokus pada fungsi internal yakni sebagai lembaga yang melahirkan kader-kader politik yang memiliki visi, misi, dan program yang spesifik sesuai dengan ideologi partai.
Partai politik dalam sistem demokrasi yang tegas tidak memiliki kendali penuh atas kandidat atau anggota parlemen yang diusungnya, tetapi lebih berperan sebagai wadah untuk menciptakan pemimpin dan pengambil keputusan yang konsisten dengan ideologi dan program partai. Karena itu, para wakil yang terpilih lebih mandiri dalam mewakili konstituennya, namun tetap terikat dengan prinsip-prinsip ideologis dan program partai yang membentuk identitas politik mereka.
Lemahnya Oposisi
Di sisi lain, koalisi jumbo mayoritas partai yang mengisi kabinet ini berhadapan dengan dua partai dl luar pemerintahan. bila hanya dua partai yang memilih berada di luar Pemerintahan, apalagi bila benturan kepentingan politik dan buntunya negosiasi politik menjadi alasan utama, bukan demi pengembangan demokrasi dan optimalisasi pengawasan, maka peran oposisi kurang signifikan.
Semakin lemahnya kekuatan oposisi di dalam parlemen dapat menyebabkan kurangnya kontrol dan keseimbangan dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini dapat mengakibatkan keputusan yang diambil cenderung mendukung pemerintah tanpa pengawasan yang memadai.
Kontroversi dan konflik politik antara pemerintah, lembaga legislatif, dan partai politik dapat menghambat proses pembangunan dan reformasi. Ketidaksepakatan antara pihak-pihak terkait dapat menghambat tercapainya kesepakatan yang diperlukan untuk kemajuan negara.
Berdasarkan fakta-fakta praktik demokrasi yang ambigu tersebut, ditambah lemahnya oposisi di parlemen, sangat mungkin terjadi stagnasi dalam reformasi politik, terus berlanjutnya dominasi partai politik, dan ketegangan politik yang dapat menghambat proses pembangunan.
Meskipun faktanya terjadi ketidakseimbangan kekuatan antara Pemerintah dan oposisi, dua partai tersebut dapat memainkan peran yang penting dalam sistem demokrasi untuk memberikan kontrol dan keseimbangan terhadap pemerintahan.
Oposisi tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga akuntabilitas pemerintah dan memperjuangkan kepentingan rakyat. Ini juga bisa menjadi modal besar berupa kepercayaan rakyat pada kontestasi dan pemilu mendatang.
Beberapa kali pelantikan cukup menyadarkan untuk tak optimis dan tak pesimis. Biasahh!