Sebagian pakar simiotik menegaskan tidak adanya kesamaan makna (sinonimitas) antar kata dalam setiap bahasa, terutama bahasa-bahasa yang selama ratusan abad digunakan seperti Sansekerta, Latin dan Arab. Mungkin salah satunya adalah kata kawin (zawa dalam bahasa Arab dan marriage dalam bahasa Inggris) dan nikah (an-nikah dalam bahasa Arab dan wedding dalam bahasa Inggris).
Kawin sebagai sebuah proses natural yang dalam pengertian umum adalah aktivitas yang dilakukan oleh semua entitas biologis. Karenanya, kawin didefinisikan sebagai proses pemaduan dan penggabungan sifat-sifat genetika untuk mewariskan ciri-ciri suatu spesies agar tetap lestari. Proses ini sering kali menghasilkan dimorfisme seksual dalam suatu spesies sehingga dikenal adanya jenis kelamin jantan dan betina. Tumbuhan, hewan dan manusia melakukannya demi memenuhi kebutuhan naluriah penyempurnaan atau regenerasi.
Sedangkan nikah punya pengertian etimologis dan pengertian terminologis. Pernikahan adalah bentukan kata benda dari kata dasar nikah. kata ini Secara etimologis kata ini berasal dari kata lain dalam bahasa Arab yaitu kata nikah (bahasa Arab: نكاح) yang berarti persetubuhan. Sedangkan nikah secara terminologis adalah proses pengikatan janji suci antara laki dan perempuan.
Dalam ungkapan lain, kawin dalam bahasa umum Arab disebut dengan kata zawaj, sedangkan nikah adalah frasa agama yang bermakna perkawinan yang disahkan dalam kontrak atau perjanjian antar dua pihak yang dalam bahasa Arab dan bahasa Arab khusus (agama) disebut aqd atau pakta (diindonesiakan dengan akad).
Sebagian orang, atau mungkin kebanyakan orang, karena tak memahami perbedaan pengertian dua kata tersebut dan sakralitas nikah yang bersyarat akad atau perjanjian serta konsekuensi hak dan kewajban mutual dua pihak, melangsungkan akad nikah. Padahal bertujuan melakukan kawin sebagai ekspresi dorongan naluri nabati hewani semata dan tak mematuhi butir-butir kontrak yang disepakati sebelum mendirikan institusi kemanusiaan rumah tangga.
Karena sejak semula menyamakan makna nikah dengan kawin, maka menganggap akad sebagai formalaitas semata, bukan amanat berat dan ikrar komitmen kepada substansi akad dengan hak dan kewajiban fungsional dan institusional suami dan isteri. Dengan kata lain, dia menganggap dirinya sebagai hewan dengan peran jantan dan pasangan yang dikawininya sebagai hewan dengan peran betina. Demikian pula sebaliknya.