Skip to main content

Pertanyaan-pertanyaan falsafi dan non falsafi berbeda. Pertanyaan falsafi memiliki urutan sistematis dan kriteria tertentu. Dalam konteks filsafat, kita tidak berhak melontarkan pertanyaan ‘apakah’ selama tidak memahami dan mengikuti ketentuan-ketentuannya.

Prof. Dr.Ayatullah Mehdi Haeri Yazdi dalam The Pyramid of Existence membaginya dalam tiga tahapan sebagai berikut:

Tahap pertama ‘apa itu’ primitif

Pertama kali yang patut didahulukan adalah pertanyaan ‘apakah’ tentang penguraian kata (syarhul-ism). Bila kita telah mendengarkan nama atau kata ‘radio’, misalnya, namun kita tidak tahu itu apa, makanan atau minuman ataukah selain itu, maka yang patut ditanyakan “Radio itu apa?” Pertanyaan semacam ini hanya berkaitan dengan makna kata, tidak berkaitan dengan realitas ‘radio’. Pertanyaan demikian bisa dilontarkan kepada siapa saja. Yang menjadi objek pertanyaan dalam pertanyaan prima dan umum ini adalah kata dan yang menjadi jawaban semestinya adalah penguraian tentang arti kata tersebut. ‘Apakah’ jenis pertama ini disebut dengan ‘ma syarihah’ (ke-apakah-an deskriptif) atau yang lazim disebut juga dengan ‘pertanyaan esensial primordial’. (as-su’al al-mahawi al-badwi).

Tahap kedua ‘apakah ….?’

Ketika kita telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan primitif di atas, maka pertanyaan kedua yang akan dilontarkan bukanlah ‘apa itu’ (Ma huwa), namun ‘apakah itu?’ (hal huwa), misalnya, apakah maujud semacam ini tiada?Pertanyaan yang diawali dengan apakah pada tahap kedua ini disebut ‘al-haliyah al-basitah’, pertanyaan ke-apakah-an yang sederhana.

Tahap ketiga ‘Apa itu II’

Bentuk pertanyaan dan kata bantu pertanyaannya sama dengan pertanyaan tahap pertama, yaitu tentang ‘apa itu’ (ma huwa)?. Namun ‘apa itu’ tahap ketiga berbeda dengan ‘apa itu tahap pertama’, karena tujuan di balik dua ‘apa itu’ berbeda.Tujuan yang hendak ditangkap oleh penanya adalah realitas (haikat) sesuatu yang diwakili oleh kata tersebut.Fislafat pertama atau ontologi berkepentingan untuk menjawabnya, karena begitu pertanyaan itu dilontarkan, maka berarti penanya memasuki zona ontologi.