ASYURA DAN FALASI MASSAL

ASYURA DAN FALASI MASSAL
Photo by Unsplash.com

Banyak orang memuja lilin dalam lentera tapi melupakan daur pendar surya. Banyak orang menangis saat nonton cerita (yang diketahui) fiktif depan layar, tapi enggan atau bahkan mencemooh orang menangis menyimak cerita faktual tragedi genosida Karbala.

Banyak orang jingkrak-jingkrak saat mendengar musik dengan lirik lagu yang sebagian tak dipahami, tapi enggan menepuk dada atau bahkan mencemooh orang yang menepuk dada karena sedih mendengar dan membayangkan prahara Asyura.

Banyak orang, karena alasan empati, mengutip dan menshare kisah dan berita duka orang terdekatnya (yang tak dikenal oleh sebagian orang), tapi enggan bahkan mengkritik orang yang menshare berita dan kisah mahatragedi yang menimpa cucu Nabi.

Banyak orang mengganggu aktivitas publik dan menggunakan fasilitas umum demi memperingati ulang tahun wafat seorang ulama atau tokoh yang tak dikenal oleh sebagian besar masyarakat, tapi enggan bahkan mencemooh orang-orang yang berkumpul dalam ruangan private untuk mengenang kesyahidan cucu Nabi yang dihormati oleh semua mazhab.

Banyak orang memilih warna dan corak serta bentuk busana (yang sebagian tak sopan) dengan alasan kebebasan dan demi mengikuti mode, tapi enggan atau bahkan mencemooh orang yang memilih busana serba hitam demi mengekspresikan kesedihan atas kesyahidan pahlawan Islam dan kemanusiaan.

Banyak orang bersemangat dan bangga menyanyikan lagu yang isi liriknya remeh dengan suara sumbang, tapi enggan melantunkan kidung syair tentang kesyahidan, derita, cinta dan kemanusiaan Al-Husain bersama keluarga dan pengikutnya, bahkan mengejek orang-orang yang melantunkannya.

Banyak orang rela ngantri beli tiket untuk menghadiri konser musik sambil berdiri berdesak-desakan dan teriak-teriak (sok) histeris, tapi enggan mengayunkan langkah demi menghadiri upacara khidmat penuh zikir dan fikir Asyura, bahkan mengejek orang-orang yang menghadirinya.

Banyak orang merasa sudah menjadi sangat relijius karena mengagungkan seorang ulama atau habib, tapi enggan mengenang ulama par excellence dan ‘maha habib’ yang kemuliaannya memerciki para ulama dan habib, bahkan mencemooh orang-orang yang mengenang perjuangan dan pengorbanannya.

Banyak orang mengutip dan menshare perkataan tokoh-tokoh pemikir dan pejuang dunia modern, tapi enggan mengutip dan menshare butir-butir hikmah dan narasi kesyahidan pejuang agung sepanjang masa, Al-Husain, bahkan mencemooh orang-orang yang mengenangnya.

Read more