Pandangan filsuf ateis (agnostik) Michel Martin dan Karl Jaspers tentang Moral Transenden menguak misteri yang menjadi kejutan dalam dunia filsafat modern Barat.
Pandangan dua dedengkot agnostik itu tentang “suasana transenden” yang menjadi pendorong moralitas membuktikan bahwa dalam diri ateis pun ada keyakinan tentang yang transenden, meski tidak menyebutnya Tuhan.
Ateisme negatif diidentikkan dengan penolakan epistemologis terhadap Tuhan. Ide ini menolak Tuhan sebagai objek inteleksi karena kemisteriusannya.
Ateisme negatif inilah yang disebut agnotisisme, meski terma ini secara primer berpososi vis a vis dengan realisme Yunani, seperti Gorangias dan Protagiras.
Agnostik adalah sebutan modern untuk orang yang mengaku tidak terikat dengan teologi sebagai fondasi doktrin gereja di Eropa, yang dipandang hegemonik/kaku.
Transendetalisme Sadra bisa menjadi kopula ontologis antara ateisme Martin dan moral transenden yang diyakini Jaspers.
Tema ini bisa membuka peluang rekonsiliasi yang lebih besar dalam konteks moralitas.
Tentu, perlu kajian yang lebih mendalam tentang topik penuh kejutan ini.
“Saat sendirian di tengah laut dan kau di ujung asa, ada sekilat harapan.Itulah Tuhan.”
(Imam Ja’far Sadiq).