"Bagai Nelayan Seorang Diri di Laut" (Mohon Doa)
Tuhanku, lamunan yang menyalakan pikiranku di malam hari saat istriku dan kedua putraku lelap dalam tidur membuatku kehilangan kantuk. Aku bagai nelayan seorang diri diatas perahu di tengah laut. Petir yang menyambar gulita di angkasa seakan menyeringai mencibir kegundahannya. Tak ada ikan di keranjangnya. Tak ada teman di depannya. Tak ada arah yang diketahui.
Tuhanku, detak detak jam dinding terdengar amat pelan bergerak seakan memperlambat daur waktu menjelang pagi. Sepi di kelilingku, namun teriak bercampur rasa remuk dalam kalbuku. Aku berada di penghujung asa menanti isyarat dari langit agar segera merapat dan temukan pantai.
Tuhanku, andai saja lidah ini tak kelu untuk tumpahkan keluh, kata rintih ini tak tersekat di rongga leher, dan serat nadi dan garis-garis syarafku mampu menampung ragam derita itu, niscaya doa dan munajat ini tak bersinambung.
Tuhanku, isyarat-Mu telah datang, tapi mungkin tirai hatiku menghalanginya. Aku yakin Kau pasti membaca dan menangkap makna-makna di balik aksara terbata-bata ini. Mereka yang membacanya tentu turut menggumamkannya, meski dada mereka sesak oleh derita demi derita lain.
Tuhanku, sampai kapan aku harus mengarungi samudera kesabaran tak bertepi ini? Mestikah aku menerimanya sebagai pertanda tawakkal dan kepasrahan, atau mengidamkan daratan sebagai pertanda pengharapan?
Tuhanku, banyak orang yang amat menanti ijabah-Mu, keajaiban-Mu, anugerah-Mu melalui doa hamba-Mu yang dipandang dengan sangka baik. Mereka terlanjur yakin bahwa 'peristiwa luar biasa" adalah 'peristiwa biasa', dan memang perbedaan itu tidak berlaku bagiMu. Derita dan duka mereka masing-masing terlalu besar untuk aku dan mereka, dan karena itu, keajabian-keajaiban itu menjadi jalan pintas.
Tuhanku, raih tangan kami dari jurang 'putus asa'. Hadapkan wajah kami pada diri-Mu. Nayalakan api semangat dalam relung jiwa mereka. perintahkan jiwa-jiwa suci membantu kami dengan lantunan doa mereka.