Dulu masjid memproduksi pemikir-pemikir dan ulama-ulama besar pemersatu umat. Sekarang beberapa masjid kerap dijadikan pusat produksi pengkafir dan intoleran.
Dulu gema takbir menggelorakan jiwa setiap orang yang mendengarnya. Sekarang sebagian orang trauma mendengarnya.
Dulu melihat Kali grafi لااله الاالله hati berdesir karena getaran makna tauhid. Sekarang sebagian tulisannya menghadirkan suasana mencekam.
Dulu bila nama Ali dikutip, orang-orang spontan mengucap Karramallahu wajhah. Sekarang pengutipnya disorot dengan mata benci.
Dulu di surau-surau orang terbiasa menyebut Nabi dengan Jaddal-Husain. Sekarang mengenang genosida Karbala dianggap kejahatan.
Dulu orang-orang punya jimat sakti “Li khomsatun uthfi biha” dan seterusnya. Sekarang nama Hasan & Husain tersisa di benak sedikit orang sebagai kata majemuk tanpa makna.
Dulu orang-orang membaca Alfatihah dari Audzu billah dst. Sekarang basmalah pun diceraikan dari Alfatihah dan memasukkan “Amin” ke dalamnya.
Dulu masjid adalah rumah milik setiap pelaku shalat. Sekarang masjid hanya untuk orang-orang yang merasa berada dalam kelompok yang “sudah pasti masuk sorga”.
Dulu banyak mahasiswa bangga mengoleksi buku-buku Ali Syariati dan Murhahhari. Sekarang sebagian sibuk menggunting bagian bawah celana.
Dulu orang yang tidak shalat dianjurkan shalat. Sekarang orang shalat dengan fikih yang berbeda dianggap sesat.
Dulu orang-orang nyekar dan memghormati ruh para pahlawan dan orangtua yang wafat. Sekarang berziarah ke pusara langsung diberi gelar musyrik.
Dulu orang yang brsyahadat, shalat, brzakat, berpuasa dan berhaji dianggap muslim. Sekarang orang yang melalukan itu semua tapi berbeda mzhab dianggap kafir.
Dulu mencemoih orang djanggap dosa. Sekarang membunuh orang yang meletakkan shalat menghadap kiblat tidak bersedekap dianggap jihad.
Dulu Syiah dipandang sebagai mazhab yang berbeda dengan Sunni. Sekarang nama Islam dilawankan dengan Syiah dan semua penganutnya dianggap najis.
Dulu di dinding rumah, karena diyakini memberikan kharisma perlindungan, ada tulisan Li khomsatun ithfi biha dst.