BERSIKAP ADIL TERHADAP IDOLA

BERSIKAP ADIL TERHADAP IDOLA
Photo by Unsplash.com

BERSIKAP ADIL TERHADAP IDOLA

Sebagian yang kita agungkan ketenarannya dan dimakmumi celoteh-celotehnya-meski biasa-biasa saja- oleh banyak orang di area publik hanyalah berhala-berhala. Meski demikian, sebagian orang yang diidolakan dan dielu-elukan tidak niscaya bodoh, sombong dan culas. Sebagian orang yang dihormati dan digemari memang punya pesona dan punya keistimewaan.

Terlepas dari cerita debat publik antar pesohor sosmed dalam sebuah acara di tv beberapa waktu lalu, akal jernih dan hati bening harus menjadi instrumen penilaian.

Arus utama manusia menjadikan ketenaran, kehebohan, kekayaan dan kekuasaan sebagai parameter kebenaran. Mereka menghambakan diri secara massal kepada idola-idola.

Menurut Francis Bacon, bapak empirisisme, ada empat idola (berhala) dalam benak yang sering menghalangi subjek berpikir logis dan valid.

Pertama: Idola tribus ( The Idols of Tribe); penyimpulan tanpa dasar yang cukup dan berpijak di atas alasan-alasan dangkal. Ini menjangkiti banyak awam/tribus.

Kedua: Idola specus ( The Idols of the Cave); penyimpulan berdasarkan prasangka semata, prejudice, kebencian, seperti manusia di dalam gua/ specus.

Ketiga: Idola fori ( The Idols of the Market Place); penyimpulan hanya ikut-ikutan dengan opini umum, trend, kehendak pasar atau tekanan golongan tertentu.

Keempat: Idola theatri ( The Idols of the Theatre); penyimpulan berdasarkan dogma, mitos, utopia, mindset primordial, seolah dunia hanyalah drama.

Secara umum, Bacon menganggap kebodohan yg didasarkan pada mindset yang abdurd lebih buruk dari kebodohan karena minim data. Inilah mucikari fanatisme.

Seseorang disebut pakar karena dianggap kompeten dalam sebuah bidang. Tak mesti bijak, toleran dan rendah hati untuk menyimak. Namun sebagian orang yang tidak dianggap pakar justru bersikap bijak, logis dan toleran.

Di era viralisme, suara jernih sebuah pandangan logis sering lenyap ditelan hiruk pikuk kekaguman kepada figur publik.

Selebritas dan ketersohoran karena fanatisme kelompok dan kehebohan media sering menghambat keseimbangan porsi bagi pandangan lain. Sikap adil dan proporsional sangat diperlukan agar tidak ada kezaliman berupa pembunuhan karakter, kritik pedas yang biasa disebut bully.

Read more