Skip to main content

Demam Piala Dunia mulai menjalari masyarakat di jagad. Ia dinantikan bahkan oleh yang tak menggemari bola karena inilah masa cuti konflik yang telah meresahkan.

Sepakbola adalah olahraga yang tak lekang oleh waktu dan tak tergerus oleh internet. Ia bahkan menjadi industri besar dan menjadi bagian dari proses pembentukan peradaban dalam beragam bidang, termasuk politik. Sepakbola menjadi tradisi rekonsiliasi dan peredaan konflik. Sepakbola bisa membuat orang fanatik melebihi sentimen agama. Keterikatan emosional dengan klub sepakbola tak jarang menjadi ideologi dan menciptakan persekutuan dalam interaksi sosial yang cenderung agresif dan vandalis.

Tim nasional Iran, misalnya, menjadi buah bibir karena akan bertanding dengan timnas AS, negara adidaya musuh bebuyutan di luar arena bola. Iran hanya menolak bertanding dengan tim rezim perampas Quds karena konstitusinya menetapkan eksistensinya sebagai ilegal.

Sepakbola menjadi salah satu bagian dari sarana perlawanan dalam PD2. Sebuah film produksi Hollywood pernah mengabadikan tim sepakbola tentara sekutu yang menjadi tawanan pasukan Jerman di bawah Hilter. Dalam film itu Pele, legenda sepakbola Brazil, ikut berperan bersama aktor laga, Stallone.

Sejarah olahraga sepak bola (permainan menendang bola) dimulai sejak abad ke-2 dan ke-3 sebelum Masehi di Tiongkok. Pada masa Dinasti Han tersebut, masyarakat menggiring bola kulit dengan menendangnya ke jaring kecil. Permainan serupa juga dimainkan di Jepang dengan sebutan Kemari. Di Italia, permainan menendang dan membawa bola juga digemari terutama mulai abad ke-16.

Konon karena terjadi suatu masalah berupa kekerasan, raja Edward III memberhentikan olahraga tersebut. Tetapi, pada tahun 1815 olahraga ini lebih ternama dari sebelumnya dan diaplikasikan pada area sekolah maupun kampus. Kemudian di tahun 1863 pada Freemasons Tavern telah memberlakukan peraturan utama dan terpisahkan pula antara olahraga sepak bola tersebut dengan rugby. Pada era 1800-an ini pula pertandingan sepak bola turut dimainkan oleh deretan tentara, pelaut dan pedagang di Inggris dan akhirnya tersebar mendunia. Tepat di tahun 1904 FIFA atau Asosiasi tertinggi sepak bola di dunia dibentuk dan siap memulai ragam persaingan antar negara.

Apa hubungan sepakbola dengan idealisme? Ada beberapa teman yang mengajukan pertanyaan, benarkah sepakbola berasal dari kepala terpenggal Imam Husain yang ditendang-tendang para serdadu Yazid? Ada pula yang menanyakan hukum bermain sepakbola setelah tahu bahwa kepala Imam Husain ditendang-tendang. Tentu saja, menendang bola tak bermula dari tragedi Karbala. Tentu pula, bermain sepakbola tak haram bila dijadikan olahraga tanpa niat meniru aksi para pembantai Al-Husain.

Tapi dalam sepakbola terdapat beberapa bagian dari peraturannya yang bisa dijadikan bahan renungan dalam memaknai hidup bahkan pemahaman filosofis tentang kepatuhan, komitmen, kebersamaan, kejujuran, kompetensi dan keadilan.

Kejujuran
Fairplay, meski faktanya sering dilanggar oleh para cukong dan bandar terutama di negeri-negeri miskin, tetap menjadi jargon utama.

Sportivitas
Menang dan menang adalah penting bagi dua tim yang berlaga, namun yang lebih mulia dari itu adalah sportivitas dan elegansi. Kampiun sejati adalah yang tak jumawa bila menang dan tak dengki bila kalah. Sportif dalam bahasa kita disebut legawa.

Kesetaraan
FiFA dan semua organisasi sepakbola tidak mentoleransi diskriminasi ras, gender dan keyakinan, meski rasisme masih kerap terjadi terutama terhadap timnas dan pemainnya. Kesetaraan ini diekspresikan dalam empati, simpati, toleransi, keramahan dan solidaritas terhadap setiap pemain setim maupun tim lawan yang cedera atau mengalami perundungan penonton.

Kepatuhan
Laga sepakbola takkan terlaksana bila dua tim yang bertanding tak mematuhi wasit dan menerima apapun keputusannya. Wasit adalah penguasa otoriter yang legal dalam 45 menit X 2 babak pertama dan kedua. Kepatuhan seluruh pemain di lapangan kepada kapten tim juga menjadi syarat utama keberhasilan menerapkan strategi dan skema yang dirancang pelatih dan menejer. Kepatuhan ini lazim disebut kedisiplinan.

Kesetiaan
Setiap pemain berkomimen untuk memenangkan setiap pertandingan tim negaranya atau tim profesionalnya yang melawan timnas apapun dan tim profesional manapun termasuk mantan timnya. Tanpa komimen ini, tak ada perjuangan dan determinasi.

Kebersamaan
Sepakbola adalah ohraga yang bertumpu pada kolektivitas dan terstruktur dengan pembagian tugas yang jelas. Egoisme dan kesombongan adalah musuh utamanya.

Sayang sekali, dari sekitar 300 juta penduduk kita belum berhasil menemukan 24 orang saja yang bisa membawa negara ini lolos ke pertandingan akbar ini. Semoga PSSI lebih serius dan profesional dalam mencari dan memupuk bibit-bibit pemain timnas ke depan.