Skip to main content

Bersikap moderat dalam beragama berarti tidak melonggarkan dan tidak mengetatkannya.

Islam sebagai wahyu adalah ajaran Tuhan, bukan persepsi. Karenanya, ia bukan budaya dan bukan tradisi (yang merupakan produk persepsi yang diterima oleh sekelompok orang dalam sebuah masa dan tempat). Islam sebagai wahyu tak punya budaya dan tradisi khusus.

Agama sebagai ajaran langit berpasangan dengan budaya sebagai ajaran bumi. Karena itu, setiap prilaku, aturan dan aktivitas di bumi yang tak bertentangan dengannya bisa disebut budaya yang sesuai dengan agama.

Aktivitas dan tradisi apapun yang tidak bertentangan ajaran Islam adalah islami.

Untuk disebut islami, sebuah aktivitas tak harus ditetapkan secara spesifik sebagai halal dalam teks suci. Selama tidak memuat unsur-unsur keharaman, maka ia halal.

Andai yang dianggap “sesuai syariat” hanyalah yang disebutkan atau ditetapkan secara spesifik dalam teks, mestinya produksi hadis berlanjut sampai kiamat. Bayangkan rumitnya!

Andai yang dianggap “sesuai syariat” hanyalah yang disebutkan atau ditetapkan secara spesifik dalam teks, banyak hal dan masalah yang menggantung hukumnya.

Bila sebagian tradisi dan prilaku khas dianggap sebagai “tradisi Islam”, maka itu semata-mata karena Islam disebarkan pertama kali di daerah yang telah mempunyai budaya lokal dan tradisi khusus, yang dianggap tidak bertentangan dengan ajaran agama, bukan karena merupakan bagian dari ajarannya. Karena itu, masyarakat Persia menerima Islam sebagai agama, tanpa budaya dan tradisi lokal masyarakat Arab.

Prilaku dan karakter kolektf setiap suku, bangsa, komunitas dan unit-unit sosial dibentuk secara alami karena interaksi dan adaptasi mutual yang berproses menjadi konsensus dan budaya dengan tradisi di dalamnya. Dengan kata lain, budaya dan tradisi yang tidak bertentangan dengan akal juga agama yang dianut masyarakat harus dijaga, bukan dicemooh dan dibenturkan dengan agama.

Karena ratusan tahun pertama sejarah Islam bergabung dengan sejarah Arab, maka Islam masa lalu berjalin berkelindan dengan kearaban. Dari sinilah muncul anggapan bahwa menjadi Muslim adalah menjadi orang Arab. Mereka tidak bisa memisahkan antara kebudayaan Arab dengan ajaran Islam. Islam yang melintas ruang dan waktu sekarang dibatasi pada Ruang Arab dan Waktu yang lalu.
Menjadi Islam tidak berarti harus menanggalkan semua latar belakang budaya kita. Islam tidak pernah datang pada suatu vakum kultural. Karena itu, kita menemukan Islam Arab, Islam Iran, Islam India, Islam Cina, Islam Indonesia.

Karena ratusan tahun pertama sejarah Islam bergabung dengan sejarah Arab, maka Islam masa lalu berjalin berkelindan dengan kearaban.

Dari sinilah muncul anggapan bahwa menjadi Muslim adalah menjadi orang Arab. Mereka tidak bisa memisahkan antara kebudayaan Arab dengan ajaran Islam. Islam yang melintas ruang dan waktu sekarang dibatasi pada Ruang Arab dan Waktu yang lalu.

Menjadi Islam tidak berarti harus menanggalkan semua latar belakang budaya kita. Islam tidak pernah datang pada suatu vakum kultural. Karena itu, kita menemukan Islam Arab, Islam Iran, Islam India, Islam Cina, Islam Indonesia atau Islam Nusantara.