CARA MERAYAKAN KELAHIRAN NABI SAW

CARA MERAYAKAN KELAHIRAN NABI SAW
Photo by Unsplash.com

Merayakan hari kelahiran seorang pahlawan atau tokoh adalah ekspresi manusiawi apresiasi atas jasanya, apalagi memperingati kelahiran manusia suci dan utusan termulia. Tak perlu dalil teks dan teori rumit untuk mengafirmasi proposisi sederhana ini.

Pada dasarnya setiap individu Muslim dalam beragam kelompok dan aliran mencintai Nabi Muhammad tanpa kecuali. Artinya, siapapun yang tak menghormatinya bukanlah umatnya.

Memperingati setiap momen penting dalam sejarah hidup Nabi SAW, termasuk kelahirannya, adalah manifestasi penghormatan.

Umat Islam pengikut Nabi Muhammad SAW tersebar ke aneka suku dan bangsa dan menempati manca negara dan wilayah.

Setiap bangsa dan suku di setiap daerah dan negara punya tradisi dan karakteristik unik sesuai proses yang mengkonstruksinya.

Namun perlu dipahami bahwa cara mengungkapkan penghormatan tidak seragam karena perbedaan budaya dan watak.

Di Indonesia dan sejumlah negara sebagian besar umat Islam menyelenggarakan peringatan kelahiran Nabi SAW dengan prosesi khas seperti membaca teks Arab narasi sejarah kelahiran beliau disertai sejumlah teks riwayat karya beberapa sastrawan dan sejarawan ternama , antara lain Al-Habsyi, Al-Barzanji, Ad-Diba'i juga Al-Bushiri dan Al-Azab dalam rangkaian tata cara khas seperti qiyam beriring rebana dan lainnya. Namun di banyak negara peringatan maulid Nabi diselenggarakan sesuai tradisi masyarakatnya masing-masing. Sebagian bahkan menyelenggarakannya dengan pawai atau lainnya. Ada pula yang memperingatinya dengan berbagi makanan dan minuman.

Sebenarnya tidak ada tata cara baku dan prosesi tunggal dalam peringatan kelahiran Nabi SAW. Setiap orang dan kelompok berhak memilih caranya masing-masing dalam penyelenggaraan maulid.

Boleh jadi pembid'ahan tidak ditujukan kepada peringatan kelahiran Nabi SAW tapi ditujukan kepada pembakuan satu cara tertentu dalam penyelenggaraannya. Namun bila pembid'ahan memang ditujukan kepada semua aktivitas peringatan maulid dengan ragam prosesinya, maka itu jelaslah paradoks dan ironi. Pengklaim pengikut seorang tokoh tak mungkin mengharamkan (membid'ahkan) penghormatan kepada tokoh yang diikutinya.

Read more