Media barat yang tendensius memang gencar memblowup, kerusuhan di Iran beberapa hari lalu, terutama versi bahasa Parsi yang aktif memprovokasi. Bila menyimak narasi yang dibangun oleh media-media anti Pemerintah Republik Islam Iran seputar kematian Mahsa Amini, bisa dipahami banyak orang, termasuk terpengaruh dan cepat menyikapi isu jilbab di Iran dan mengkritik “pemaksaan jilbab”.
Tentu saja setiap orang berhak mempersepsi dan memberikan respon. Tapi yang perlu diketahui adalah bagaimana proses peraturan wajib berjilbab diterapkan dan diberlakukan di Iran demi menghindari ‘kecele’ dan agar tidak termasuk dalam kategori mencampuri urusan dalam negeri masyarakat lain.
Mungkin Saudara Guntur Romli yang dikenal sebagai pejuang toleransi dan kebebasan individu terpanggil untuk mengkritisnya dari aspek HAM, tanpa mempertimbangkan jilbab dalam konteks negara yang didirikan setelah mayoritas warganya dalam referendum memilih sistem negara yang melahirkan banyak peraturan, ternasuk peraturan pemakaian jilbab bagi setiap wanita yang berada di Iran. Selain merupakan urusan rumah tangga negara orang lain, peraturan wajib pakai jilbab bagi wanita di Iran yang disebut oleh sebagian istilah pemaksaan bukan hasil rembukan beberapa orang atau dikskusi dalam forum khusus namun hasil legislasi yang disahkan oleh parlemen. Karena itu,
- Mengaitkan peraturan keharusan wanita di Iran memakai jilbab dengan dengan Islam dan agama tidaklah tepat, karena jilbab di Iran adalah masalah konstitusi dan peraturan yang dihasilkan oleh proses legislasi, bukan masalah hukum agama (Islam) yang hanya berlaku atas penganutnya.
- Mengaitkan peraturan keharusan wanita di Iran memakai jilbab dengan sistem Islam yang berlaku di Iran tidaklah tepat, karena negara lain dengan sistem apapun bisa menetapkan peraturan apapun selama prosedur dan mekanisme legislasinya telah ditempuh.
- Menegasikan peraturan keharusan memakai jilbab bagi setiap wanita di Iran dengan wacana kebebasan adalah irrelevan, karena peraturan di manapun dibuat demi membatasi kebebasan.
- Mengukur peraturan pemakaian jibab di Iran dengan peraturan atau tradisi di negara selain Iran adalah irrelevan, karena setiap bangsa punya standar kepatutan berbusana bagi pria dan wanita.
- Mengaitkan peraturan keharusan wanita di Iran memakai jilbab dengan fikih Syiah juga terkesan simplistis, karena hukum wajib berjilbab bukan disepakati oleh semua fikih Sunni dan Syiah.
- Mengaitkan peraturan keharusan wanita di Iran memakai jilbab dengan dengan komunitas Syiah di luar Iran, termasuk Indonesia tidaklah tepat, karena hanya menganut mazhab yang juga juga dianut mayoritas rakyat Iran tak berarti menjadi warga negara Iran. Relasi Syiah dengan Iran adalan interseksi.
- Menjadikan pemaksaan sebagai dasar penentangan terhadap peraturan keharusan memakai jilbab kurang pas, karena peraturan negara yang menjadi bagian dari undang-undang apapun di negara demokratis manapun adalah pemaksaan. Karena itu, pemaksaan jilbab di negara yang tidak mewajibkan pemakaian jilbab, seperti Indonesia justru harus ditentang, karena pemakasan itu adalah tindakan inkonstitusional.
- Menjadikan fakta penentangan sejumlah wanita di beberapa kota terhadap peraturan pemakaian jilbab bagi setiap wanita di Iran sebagai dasar mengkritk peraturan itu adalah aksi prematur, karena jumlah yang mendukung peraturan itu mungkin tidak lebih sedikit dari jumlah para penentangnya. Penghapusan sebuah pasal dalam undang-undang harus dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme formal yang berlaku dalam negara itu.
Terlepas dari itu, menjelaskan posisi konstitusional pemaksaan pemakaian jilbab bagi wanita di Iran tak berarti mendukung legislasi pemakaian jilbab karena hal itu memerlukan kajian hukum Islam dan konstitusi Iran. Tapi karena undang-undang dan peraturan dalam sebuah negara berdemokrasi, seperti Iran, merupakan cermin kehendak dan aspirasi mayoritas masyarakatnya, maka penonton nun jauh di sana, seperti kita yang tak ikut dalam proses dan dinamikanya perlu bijak bila hendak mengkritisinya.
Semoga demonstrasi yang disusupi anasir destruktif yang merusak fasilitas publik segera berakhir dan semoga Pemerintah Iran mengevaluasi pola penerapan peraturan tentang jilbab ini seraya mempertimbangkan dinamika politik dan sosial dalam negeri demi mempertahankan stabilitas nasionalnya dan menutup celah provokasi pihak-pihak yang membencinya.