Cheney ke Timteng: Rencana Merusak Hubungan Iran dan Arab Gagal Total
Wakil Presiden Amerika Serikat Dick Cheney baru menyelesaikan kunjungan ke Tumur tengah demi merangkul negara-negara kawasan menandingi meningkatnya pengaruh Iran secara regional.
Sebagaimana diketahui, Isarel sangat mengkhawatirkan makin luasnya pengaruh Iran di Timur Tengah, terutama di Irak, Libanon, Afghanistan bahkan Palsetina melalui faksi Hamas dan Jihad Islami.
Rencana 'geng Republik' untuk melakukan serangan terhadap Iran bukanlah sesuatu yang bisa ditutupi, apalagi dasar rencana tersebut bersifat ideologis, selain kepentingan ekonomi dan tentu saja, demi memuluskan jalan bagi kandidat republikan untuk mempertankan dominasi di White House.
Pertama, mengingatkan melukiskan di hadapan para penguasa Arab moderat tentang bahaya Iran yang mulai memperlihatkan pengaruh politiknya yang makin kuat di negara-negara mereka sendiri, saeperti Saudi, Kuwait dan Bahrain.
Nampaknya, usaha untuk merusak hubungan baik yang terjalin antara negara-negara Arab dan Iran menemui kegagalan. Kantor Berita AFP melaporkan, Cheney dalam lawatannya ini berunding dengan para pejabat tinggi Oman untuk membicarakan apa yang diklaimnya sebagai upaya AS mencegah infiltrasi Iran dan menggagalkan program nuklir Tehran. Tanpa menyinggung lebih rinci isi perundingan tersebut, sumber tadi menambahkan, Muskat tidak menginginkan terjadinya eskalasi gejolak di Timur Tengah terkait program nuklir Iran.
kunjungan Presiden Iran, Mahmoud Ahmadinejad ke Doha, Qatar, guna menghadiri KTT Organisasi Kerjasama Teluk Persia (PGCC) mendapat sambutan hangat. Bahkan para peserta KTT PGCC menyampaikan pesan persahabatan kepada Tehran serta menekankan bahwa program nuklir sipil Iran tidak menyimpang dari ketentuan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Sebelumnya, Presiden AS George W. Bush, dalam kunjungannya ke Timur Tengah juga berupaya mewujudkan aliansi regional dalam menyudutkan Iran. Namun upaya Bush itu tidak disambut oleh negara-negara Arab. Namun sebaliknya, Secara keseluruhan, politik AS untuk menyulut gejolak tidak digubris oleh negara-negara regional. Bahkan hingga kini politik Gedung Putih di kawasan terus diprotes.
Meski tidak mudah, ada beberapa hal yang membuat Amerika perlu mengintensifkan mobilisasi dan penggalangan ini. Pertama, ketegangan politik sebagai akibat dari sanksi atas Iran menjadi salah satu faktor penting melambungnya harga minyak dunia. Tentu hal ini sangat memukul perekonomina AS yang sedang menghadapi resesi cukup tinggi. Cheneysangat mungkin membujuk para sekutu Arab di teluk untuk memproduksi minyak di atas kuotanya demi menekan harga minyak. Inilah yang menjadi tema utama pertemuan Cheney dengan Menteri Perminyakan Arab Saudi.
Kedua, rencana Amerika untuk menekan Iran selalu berantakan karena negeri Ahamdinejad itu selalu dapat memainkan kartunya di negara-negara yang menjadi fokus perhatian Amerika; Pengaruh besar Iran di Irak telah menggagalkan rencana Bush untuk menguasai salah satu pangkalan terpenting Arab, sekaligus menciptakan tekanan internal terhadap Bush yang membuatnya sulit untuk melakukan serangan terhadap Iran. Sampai-sampai AS mengakuinya dan bersedia berunding dengan Iran. Kunjungan Presiden Irak, Talebani, ke Iran beberapa waktu lalu menegaskan hal itu.
Ketiga, belum selesai dengan persoalan Irak dan pengaruh Iran di sana, Amerika lagi-lagi kecolongan dan kehilangan pangkalan politiknya yang lain di Timur Tengah, yaitu Lebanon. Kehadiran Hizbullah yang menjadi batu sandungan bagi rencana Amerika dan mimpi buruk Israel telah membuat Bush berada dalam situasi dilematis, antara mendukung pemerintah boneka Seniora atau mendukung demokrasi, yang selalu dielu-elukannya, yang berarti membiarkan Hizbullah dan oposisi mengambil alih kendali kekuasaan di sana.
Keempat, Amerika benar-benar kehabisan akal, mana kala Iran –yang non Arab- ternyata pemain penting di Palestina melalui Hamas yang mendapatkan dukungan publik Palestina melampaui Fatah dan Jihad Islami, yang dianggap sebagai Hizbullah versi Palestina. Demi memangkas pengaruh Iran ini, Amerika menyuruh Isarel untuk melakukan 'pendinginan situasi' di Gaza seraya memberikan credit point untuk Abbbas sebagai pohak yang dilukiskan 'berhasil' menghentikan serangan militer Isarel di Gaza, sekaligus menutup peluang terjadinya rekonsiliasi nasional Palestina antara Hamas dan Fatah yang diprakarsai oleh Yaman, sahabat baik Iran di belakang Arab Saudi.
Kelima, meski telah diembargo, dan tampak mulai mempengaruhi ekonomi dalam negerinnya, Iran masih punya jurus-jurus ampuh untuk membuka blokade ekonomi melalui diplomasi-diplomasi informal atau 'diplomasi ala Ahamdinejad'. Kunjungan SBY ke Iran, yang terjadi setelah sikap abstainnya yang sangat berani, tak pelak, merupakan salah perkembangan politik yang tidak bisa diremehkan, karena Indonesia adalah negara dengan mayoritas Muslim terbesar di dunia. Selain itu, sikap Suriah yang konsisten mendukung Iran di Timur Tengah nampaknnya sulit dipatahkan karena Bashar seakan tidak ingin mengubah sikap tersebut sebagai warisan mendiang ayahnya, Hafez Asad, yang konon menyimpan kekaguman teologis.
Rencana serangan Amerika ke Iran, paling tidak, atas instalasi nuklir dan gudang senjatanya, tidak akan bisa dilakukan atau tidak akan berhasil bila Iran masih menyimpan kartu-kartu kuat diatas. Bila tidak, kunjungan Dick Cheney hanya menggambarkan makin kokohnya Iran dan gamangnya si Pam Sam untuk mempertahankan kepentingan imperailistisknya di Timur tengah dan dunia.