Skip to main content

“HARUS”

By October 6, 2016No Comments

Dalam sistem komunikasi terdapat banyak kata yang bila ditulis diberi tanda seru pada akhirnya. Salah satunya adalah kata “harus”, yang berkaitan erat dengan etika, hukum dan agama. Perhatikan sebagai berikut:

  • [Instruksi pimpinan] Semua pegawai harus mengajukan permohonan cuti secara tertulis kepada kepala kantor.
  • [Berdasarkan kesepakatan] kita harus mengadakan pertemuan minimal sekali dalam sebulan!
  • [Saran] Para pakar menegaskan keharusan mengambil kredit bank guna mengatasi dan mengurangi inflasi.
  • [rembuk] Seharusnya para para wakil rakyat memperjuangkan hak rakyat.

Dengan memerhatikan proposisi-proposisi di atas, ketika kita mengatakan, “A itu harus,” maka proposisi ini memiliki sejumlah arti dan pengerian yang berbeda.
Kadang, maknanya adalah bahwa terdapat perintah yang dikeluarkan terkait pelaksanaan ‘A’. Keharusan ini disebut dengan imperatif (dasturi). Maksud keharusan imperatif adalah bahwa ia berasal dari perintah seseorang.
Keharusan ini menjadi kredibel berkat perintah seseorang. Bila kita mengabaikannya, keharusan ini tidak memiliki realitas dalam subjek pembahasannya.
Mungkin juga yang dimaksudkan adalah bahwa ‘A’ harus dilaksanakan berdasarkan konsensus dan kesepakatan, dan kita ingin menerangkan kesepakatan atas hal ini. Keharusan ini disebut konsensual, yakni sumber keharusan ‘A’ adalah kesepakatan dan perjanjian. Keharusan ini, di mana konsensus diabaikan, juga tidak memiliki realitas.
Mungkin juga yang dimaksudkan adalah bahwa ‘A’ harus dilaksanakan ketika diperbandingkan dengan hal lain (misalnya untuk mewujudkan ‘B’).
Keharusan sesuatu saat dibandingkan dengan hal lain, “keharusan relatif”. Keharusan ini adalah relasi hakiki antara dua hal yang dapat kita beritahukan.
Jelas bahwa keharusan ini tetap memiliki realitas, walau kita mengabaikan perintah dan kesepakatan manusia. Ada tidaknya dua hal ini tidak mengubah realitasnya.
Saat kita mengatakan bahwa melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan, atau memiliki atau menghilangkan sebuah karakter, adalah suatu keharusan, maka keharusan mana yang kita maksudkan?
Dalam bidang akhlak, karakter dan perilaku ikhtiar manusia dinilai dari sisi pengaruhnya dalam konteks kesempurnaan [hasil] ikhtiarnya.
Hal-hal yang didasari ikhtiar, yang bernilai dan diharakan mengantarkan kepada kesempurnaan, adalah suatu keharusan. Oleh karena itu, keharusan sebagian karakter dan tindakan ikhtiar untuk memperoleh kesempurnaan manusiawi juga temasuk “keharusan relatif”.
Kesimpulannya, nilai dan keharusan moral memiliki realitas objektif dan tidak terikat dengan perintah, himbauan, emosi, selera, atau konsensus dan kesepakatan.