DI BALIK PEN-SYIAH-AN PEMERKOSA BELASAN SANTRIWATI

DI BALIK PEN-SYIAH-AN PEMERKOSA BELASAN SANTRIWATI
Photo by Unsplash.com

Demi mempertahankan industri berlabel agama dan pasar yang sangat besar, maka dilakukanlah taktik lokalisasi terhadap salah satu kios atau cabang dalam jaringan kartel itu dengan melabelinya stigma yang mudah ditelan oleh publik.

Sebagai kelompok minoritas yang paling lemah dan tenang karena berusaha mengabaikan fitnah dan perkusi meskipun dihujani dan dikepung dengan vonis sesat, kafir dan bukan Islam, Syiah seolah menjadi kambing hitam gratis.

Karena publik sudah percaya kepada fatwa dan label sesat dan kafir atas Syiah bahkan dianggap bertujuan menghancurkan Islam, maka semua fitnah keji pun terasa wajar dan terdengar sah.

Setelah pemerkosa dan pesantrennya di-Syiah-kan melalui beragam pemberitaan massif, publik yang lugu diharapkan tetap percaya kepada kartel pendidikan agama berasrama dan lebih membenci Syiah.

Bila tidak dilawan dengan cara yang efektif dan sesuai, sangat mungkin taktik culas ini menjadi "protap", yaitu menjadikan kelompok keranjang sampah kasus kejahatan yang tidak bisa dirahasiakan.

Dengan kata lain, ada tendensi di balik propaganda pen-Syiah-an pemerkosa dan pesantrennya, yaitu mengamankan aset dan mempertahankan pasar umat yang keranjingan simbol agama serta menjadikan Syiah sebagai musuh masyarakat yang terprovokasi.

Gerombolan Ini memprovokasi umat karena gagal memprovokasi Pemerintah di panggung dan coretan rutin di ribuan akun medos sebagai anti NKRI setelah salah satu tokoh utamanya yang aktif memfitnah Syiah sebagai anti NKRI justru ditangkap oleh Densus karena terlibat aksi terorisme anti NKRI.

Boleh jadi ada dua pihak berbeda afiliasi keagamaan yang sama-sama berkepentingan melakukan pen-Syiah-an pemerkosa sadis ini dan pesantrennya meski berlainan tujuan, yaitu bisnis dan kebencian sektarian.

Read more