DISTRIBUSI UMAT
Sebagian dari generasi terpelajar ikut dauroh, liqo, dan tarib hingga jadi intoleran dan ekstremis yang mengisi pos-pos penting Pemerintah dan Swasta. Sebagian lain malah ikut diskusi LGBT, demokrasi, dan lainnya.
Sedangkan generasi awam terdistribusi ke dua entitas keagamaan. Sebagian yang awam jadi anggota rombongan drop-dropan truk atau konvoi motor mengikuti majelis taklim dan mengawal heboh “master”nya yang hanya berfungsi sebagai etalase kharisma langit. Rombongan ini tak tergolong ekstrem malah cenderung “asyik” meski seminggu sekali memblokir jalan atau bikin macet karena selalu bikin pasar kaget yang menjual aneka hardware akhirat.
Awam yang lain bergabung dengan organisasi majelis taklim plus amar makruf dan jihad yang muncul dengan aneka naman dan ragam fokus meski bahan bakunya sama, melindungi umat Islam dari musuh, termasuk komunisme dan aliran sesat.
Para wanita Muslimah juga tak dibiarkan. Kalangan menengah ke atas ikut majelis zikir para ustadz yang punya penampilan sejuk dan berkelas karena paket-paket “khusyuk” dan “tadabur”nya kerasa di hati di padepokan atau taklim keliling dari rumah ke rumah berpagar menjulang atau kegiatan uzlah di puncak dan lembang.
Ibu-ibu dari kelas “paket hemat” juga makin relijius digarap oleh ratusan majelis taklim yang umumnya punya pasarnya sendiri dengan aneka nama, juga narasumber dan seragam khasnya. Tanpa mengeluh, mereka nyaris aktif setiap hari mengikuti pengajian yang lazimnya dirangkai dengan arisan sebagai pengikat silaturahmi, dengan menyewa angkot untuk mencapai titik destinasi yang jauh.
Tak jarang majelis taklim itu juga menyampaikan wanti-wanti untuk tetap memegang teguh agama dan mewaspadai aliran sesat, orang kafir yang menghina agama serta berencana melemahkan umat Islam.