Salah satu dari pemilik nama itu secara fisik berwajah ceria, berpakaian necis, bertubuh besar (bongsor). Secara psikis ia berwatak hipokrit, pecundang, pengecut, dan culas. Ia bersikeras menjadi pemimpin meski kalah secara demokratis dan ditolak rakyat. Ia punya kemampuan menjilat dan merengek serta mengais kata dukungan dari Bush dan Olmert.
Beberapa hari lalu ia mengunjungi Indonesia demi mengais dukungan atas inisiatif konyolnya mengadakan perundingan Timur Tengah yang disoponsori oleh Amerika. Kunjungan ini tentu tidak hanya bersifat dipolmatis, tapi lebih dari itu, si kacung Zionis ini merayu Pemerintah RI untuk mengurangi dukungannya atas Iran yang secara terbuka mendukung Hamas sebagai pemerintahan sah Palestina. Dialah Presdien Palestina versi Isarel, Mahmoud Abbas.
Pemilik kedua dari nama itu adalah ikon perlawanan terhadap hegemoni Amerika dan Zionisme. Perawakannya sedang bahkan cenderung kering. Wajahnya menyiratkan pendar keberanian dan kesantunan. Ia tidak pandai mengukir kata ambigu, bersayap atau dusta. Ucapannya lugas karena bersumber dari logika akal sehat. Penghormatannya terhadap kebebasan tak disangsikan. Rasa cintanya kepada negara dan bangsanya membuatnya sangat terkenal dan disegani. Pernyataannya selalu diburu dan mengubah grafik suhu politik di setiap titi di jagad. Ia tidak gemar mengumbar sesumbar atau gertak. Ia sudah memberikan sinyal keseriusannya di Libanon Selatan, sebuah kawasan kecil yang mampu melibas Israel dalam pertempuran tak setimbang.
Beberapa bulan lalu ia berkunjung ke Indonesia. Gempita sambutan rakyat Indonesia menyongsong kedatangannya. Di kampus UI ia dieluk-elukan sebagai pahlawan dunia ketiga, bahkan ada yang mengangkat spanduk bertulisan ‘Be Our President’. Di UIN Ciputat, para mahasiswa histeris mendengar ceramahnya, bahkan banyak yang meneteskan air mata haru. Ia diterima sebagai tamu istimewa di DPR dan MPR. Di kantor PBNU dan PP Muhammadiyah ia menjadi bintang. Ia bukan hanya tamu negara tapi tamu bangsa Indonesia. Dialah Mahmoud Ahamidnejad.
Bila SBY terpengaruh dan mengabaikan opini rakyat Indonesia yang mendukung perjuangan militer rakyat Palestina yang direpresentasi oleh Hamas dan mendukung pertemuan mendatang tentang Palestina di Amerika, maka berarti untuk kesekian kalinya kebijakan politik luar negerinya tidak aspiratif dan inkonstitusional.