Ia lahir dalam keluarga menengah, yang terdidik dan priayi. Edwin Arifin tumbuh se bagai bocah yang full gizi dan tidak kekurangan asupan, suapan dan usapan. Tak mengherankan otaknya cemerlang, bahkan kecerdasannya bisa dianggap melampaui rata-rata anak cerdas seusianya.
Usai menamatkan SMU, ia mendapatkan beasiswa progam S1 dalam bidang filsafat Barat di ANU (Australian National University). Edwin merasa banyak waktu kosong yang mesti diisi. Karena itu, ia pun mengikuti kuliah S1 di perguruan tinggi yang sama dalam bidang lingkungan.
Dua gelar sarjana strata satu dalam dua bidang digondolnya dalam waktu yang sangat singkat. Edwin tidak berlama-lama. Ia pun langsung melanjutkan dua studinya pada janjang S2 (magister) dalam dua bidang yang sama, filsafat Barat dan lingkungan. Dalam usia yang masih ‘imut-imut’ Edwin telah menjadi ‘kyai’ dalam bidang filsafat Barat dan pakar dalam bidang lingkungan.
Dua ilmu ini dikuasainya dengan “berlebihan”. Siapapun tidak disarankan mendebat atau memberinya data yang tidak valid tentang sejarah atau pemikiran filsof Barat. Karena lajang yang fasih menulis dan berbicara dengan bahasa Inggris ini akan menggerojok anda dengan informasi-informasi yang memuat kita kekenyangan. Mencari info di google lebih sulit dibanding menanaykan nama tokoh, istilah sebuah ilmu, dan wawasan umum lainnya kepada Edwin. Kalau saja dia mau ikut Who Wants To Be Millioner, saya yakin dia sekarang seorang milioner. Ia adalah “manusia wikipedia”
Edwin Arifin pandai menulis. Ciri khas tulisannya agak sinis tapi menggelitik. Selain itu, Edwin pinter membuat judul dan kaya dengan diksi yang luas dan efektif.
Edwin sehari-hari menjadi dosen di Universitas Paramadina dan ICAS. Kadang ia juga ikut membantu Redaksi majalah ADIL terutama dalam rubrik Internasional.
Lelaki yang punya paras mirip salah satu personil group band yang jumlahnya mulai “meresahkan” itu tidak pernah membuka diri sehingga tidak mudah diketahui detail dirinya. Yang jelas, aku adalah teman sekaligus penggemarnya.