Skip to main content

EKSTREMISME DAN MODERNITAS

By August 23, 2016No Comments

Kalau bukan Syiah, yang diserang Persia. Kalau bukan sektarianisme, rasisme.
Provokasi dan hatespeech terhadap Syiah via broadcast sosmed benar-benar luar biasa.
Orang pandai dalam sain dan teknologi yang tertarik kepada agama berpotensi menjadi relijius intoleran bila menganggap logika hanya untuk sain.
Agamawan yang menganjurkan pemisahan agama dari logika adalah pebisnis dengan aset kepatuhan umat yang lugu dan impoten secara intelektual.
Mendoktrin umat dengan sikap intoleran dan hatespeech dengan kedok menjaga keyakinan, padahal tujuan sejatinya adalah dominasi dan kendali atas awam.
Karena membenturkan logika dengan agama, korban (umat) bugil dari logika. Selanjutnya agamawan pebisnis keluguan ini menuai hak untuk dipatuhi.
Pnganjur intoleransi teriak “Kembali kepada Al-Quran dan Sunnah” supaya awam memastikan bahwa tidak mengikutinya sama dengan tidak mengikuti Al-Quran dan Sunnah.
Dalam publik relijius yang diceraikan dari logika agamawan adalah profesi mudah dengan privilege berlimpah karena dialah parameter kebenaran, bukan akal.
Dengan jargon “Kembali ke al-Quran dan Sunnah” dan “pemurnian Tauhid”, dalam hitungan menit orang-orang awan yang cinta agama jadi ekstremis dan intoleran.