EKTREMISME DAN INTOLERANSI BUKAN DOKTRIN IMPORT

EKTREMISME DAN INTOLERANSI BUKAN DOKTRIN IMPORT
Photo by Unsplash.com

Mengapa fenomema keberagamaan yang intoleran dan eksrtrem kian meluas dan memasuki sektor-sektor penting negara bahkan mempengaruhi banyak profesional, akademisi, pengusaha juga artis?

Mengapa ekstremisme mengalahkan hedonisme di kalangan generasi muda yang hidup mapan? Mengapa hijrah menjadi trend life style banyak pemuda terdidik?

Penolakan terhadap fakta perbedaan alias intoleransi bukanlah pandangan import dari luar tapi bagian esensial dari khotbah, ceramah, tausiyah dan konten ujaran dan bacaan, tulisan dan perbincangan keagamaan yang telah berlangsung temurun.

Memadukan relijiusitas dengan toleransi tanpa menganulir beberapa prinsip doktrinalnya adalah mustahil. Karena itu, ekstremisme tak bisa dibasmi dengan sekadar menyebarkan klaim bahwa agama mengajarkan toleransi dan menganjurkan sikap moderat.

Menerima doktrin khilafah klasik juga menolak khilafah ala kelompok pengusung khilafah di zaman modern dengan utopia otoritas sentral melampaui batas teritorial negara sulit dicerna akal sehat. Karena itu, pembasmian ideologi politik yang ekstrem hanya dengan vonis pengadilan berupa keputusan pembubaran sebuah organisasi politik transnasional yang mengusung khilafah tidaklah efektif, karena "khilafah" sendiri merupakan doktrin teologis yang diagungkan oleh para pemuka agama.

Ekstremisme termasuk ideologi khilafah adalah pikiran abstrak yang tersimpan dalam mental, bukan dalam nama organisasi atau simbolnya.

Read more