Banyak yang kurang beruntung sehingga bermaksud jadi nasionalis, malah jadi fasis atau chauvinis.
Aksi kekerasan, hatespeech dan intoleransi atas nama agama, sekte, suku, darah, daerah dan sebagainya tidak akan pernah mulia.
Dalam masyarakat beradab, mempersoalkan bahkan menanyakan agama, sekte, suku, dan darah (keturunan) adalah prilaku purba atau sisa fosil prasejarah.
Menentang sektarianisme alias fanatisme keyakinan dengan tribalisme alias fanatisme suku adalah absurd (sia-sia).
Yang harus menjunjung toleransi bukan hanya komunitas agama, tapi semua elemen masyarakat.
Sikap toleran tidak hanya berlaku dalam keyakinan atau antar kelonmpok2 keyakinan tapi berlaku dalam segala area interaksi antar individu.
Tak semua orang relijius itu intoleran. Tak setiap orang bebas dan tak relijius itu toleran. Generalisasi tidak akan pernah valid.
Hanya karena merasa terlahir di satu daerah tak berarti lebih setia dan cinta daerah itu daripada yang tidak lahir di situ. Cinta dan kesetiaan tidak ditentukan oleh tempat ditanamnya ari-ari tapi dicetuskan oleh moralitas dan kesadaran kosmik.
Rasa superior atas nama apapun adalah ekspresi terselubung rasa inferior.
Kalau menolak Ahok, jangan benci semua Cina. Kalau menentang HRS, jangan cemooh semua Arab.
Kalau menolak Ahok, jangan benci semua Syiah. Kalau menentang HRS, jangan cemooh semua Sunni.
Suku anda biasa-biasa saja karena suku lain juga demikian. Suku anda hebat karena suku lain juga demikan. Yang lebih hebat dari suku anda adalah pandangan toleran dan sikap rendah hati anda karena mengharumkan nama suku anda.
Hanya karena bangga dengan suku sendiri tak berarti orang lain tak berhak bangga dengan sukunya.