Fatwa, Wewenang Siapa?
Hal lain yang patut digarisbawahi ialah bahwa dalam sebuah instutusi negara yang tidak menjadikan agama tertentu sebagai dasar dan asas.
Dalam konstitusi dan UUD, fatwa adalah produk hukum yurisprudensi yang menjadi wewenang lembaga yudikatif, yaitu Mahkamah Agung dan lembaga-lembaga peradilan di bawahnya, sebagaimana disebutkan dalam undang-undang no 4 tahun 2004 atau yang lebih purba lagi dalam Staatsblad 1847 no 23, pasal 22 AB. Dengan demikian, produk hukum apapun yang tidak dikeluarkan oleh lembaga yudikatif tidak memiliki asas, bahkan bisa dianggap sebagai inkonstitusional.
Bila wewenang memberikan fatwa tersebut diperoleh dari MUI sendiri, maka itu berarti MUI memberikan wewenang kepada dirinya sendiri. Bila subjek pemberi wewenang adalah objek penerima wewenang itu sendiri, maka hal itu meniscayakan paradoks.
Bila wewenang tersebut diperoleh dari luar MUI, maka wewenang tersbut haruslah diberikan oleh lembaga yang lebih tinggi. Sedangkan MUI bukan bagian dari setruktur negara, sehingga wewenang yang diklaimnya tidak valid.
Bila MUI memperoleh wewenang dari Negara dan menjadi bagian dari strukur negara, maka konskuensinya adalah agama Islam menjadi bagian dari konstitusi negara. Bila agama Islam menjadi bagian dari konstitusi, maka Negara menafikan Pancasila sebagai dasarnya.
Penutup
Indonesia adalah produk sebuah kontrak sosial yang disahkan berdasarkan prinsip kebhinekaan dan kesatuan, yaitu kebhinekaan agama, suku, budaya, aliran, bahasa, daerah dan lainnya; dan kesatuan sebagai sebuah bangsa dan negara.
Nasionalisme adalah paradigma yang mempertemukan semua elemen yang berbeda dalam sebuah tenunan yang indah dan luas. Indonesia adalah karya tenun yang dipersembahkan oleh para bijakawan, pahlawan, dan agamawan. Ia bukan lahir dari mitos dan folklor, namun lahir dari rasionalitas dan spiritualitas yang prima.
Pancasila memang bukan agama. Namun ia adalah sebuah gagasan yang menerjemahkan agama dalam sebuah platform yang menjadi bingkai sebuah bangsa yang bersepakat hidup bersama dalam satu institusi negara.
Pancasila telah dirancang dan ditetapkan dengan memperhatikan dan mempertimbangkan sserta menghitung segala asumsi dan konsekuensi. Ia bukan hanya konsep yang dicetuskan berdasarkan konsensus namun juga diilhami oleh sentra-sentra spiritualitas yang sakral dan abadi.
Pancasila adalah aksioma yang memadukan karifan horisontal insani dan kekudusan vertikal rabbani. Karena itu, ketuhanan, yang merupakan puncak dan tujuan semua prilaku baik dan pengabidan, menempati posisi pertama di dalamnya. Tanpa sila pertama ini, prinsip-prinsip lain pada urutan setelahnya menjadi kehilangan pijakan dan tujuan.