FENOMENA HABIB KRIBO
Mungkin sebagian orang memandang habib juga keturunan Arab di negeri ini terbelah dalam dua polar ekstrem.
Salah satu kubu, entah karena bodoh atau sadar memuja setiap habib sebagai manusia suci atau pasti terampuni sebejat apapun perbuatannya meski tak bertaubat.
Mereka mengerumuni dan mengikuti seruan satu dua habib yang diyakininya sebagai pemimpin yang harus dipatuhi dan menutup telinga, mata dan nalar mengabaikan fakta nyata perbuatan salah dan pernyataan ngawurnya seraya menganggap opini yang mempertanyakannya sebagai sikap anti Islam, kriminalisasi ulama dan tuduhan semacamnya.
Kubu di seberangnya karena kekesalan terhadap ulah buruk satu atau beberapa habib atau karena menentang pemujaan yang dianggapnya tak manusiawi atau karena mengira semua habib merestui ulah buruk beberapa oknum habib mengeneralisasi stigma negatif atas semua habib disertai aneka cemooh rasial bahkan ancaman lainnya dengan tuduhan mencari serta menikmati pemujaan juga memanfaatkan status habib yang terlanjur dianggap sakral demi menghimpun kekayaan dan dan membangun kekuasaan.
Kerap kali bila tersebar berita sebuah kejahatan yang dilakukan oleh orang yang dikenal atau diduga atau mengaku habib, status habibnya justru yang diekspos, padahal pelaku kejahatan terkait dengan kejahatannya. Medsos pun seolah menjadi pengadilan bebas tanpa norma keadilan, cuitan, video dan aneka platform pun mengulas dengan narasi yang menggenjot ketegangan dan menebar kengerian. Banyak yang mendadak yang berkat video-video berkonten narasi kebencian rasial mendadak jadi youtuber kebanjiran viewer dan subscriber.
Ternyata setelah menjalani hukuman, makin ngawur terutama terhadap pejabat negara. Rupanya dia seolah menjadikan atribut narapidana sebagai prestasi tambahan dalam album vandalisme. Reaksi penentang juga makin keras dengan aneka narasi proporsional maupun serampangan.
Ketegangan memuncak. Organisasi yang mengaku sebagai wadah komunitas habib alih-alih memberikan pernyataan yang mengklarifikasi serta mengecam ulah buruknya, malah terkesan mendukung. Akibatnya, komunitas habib terbelah dua antara yang bersikap konservatif bersama organisasi tersebut dan yang berpikiran terbuka dan mengecam sikap elit organisasi.
Seorang pria yang tak pernah muncul di panggung majelis zikir dan tak pernah berpenampilan sebagai agamawan, seorang akuntan yang menjalani gaya hidup modern sekonyong muncul bak petir menyambar. Dia tinggalkan kehidupan yang sahaja dan adem ayem lalu merelakan dirinya menjadi antitesis bagi habib residivis demi menyadarkan para habib untuk teriak lantang menentang pembodohan umat dan penistaan agama oleh beberapa anasir habib dan memperkenalkan tipe alternatif seorang habib. Dialah Habib Kribo.
Meski beberapa pernyataannya dalam video-videonya terdengar sangat keras bahkan vulgar terhadap para habib yang dicapnya sebagai biang keonaran yang mendadak viral, pemilik nama Zen Assegaf mungkin mewakili suara hati silent majority komunitas habib yang jauh dari hiruk pikuk. Meski terlihat keras dalan diksi, jiwanya yang lembut melukiskan sosok yang memikul derita psikis komunitas habib dan keturunan Arab yang cemas akibat ulah habib residivis dan reaksi sinis para penentangnya di media sosial.
Kita boleh setuju dan tidak sepakat dengan cara dan sebagian pernyataan Habib Kribo yang kadang terlihat sangat emosional, tapi kehadirannya bisa memahamkan sebagian masyarakat bahwa komunitas habib juga keturunan Arab tidak homogen. Di dalamnya ada yang ekstremis jumud, ada pula yang moderat bahkan super moderat dan sangat liberal tanpa beban primordialisme.
Zen Assegaf di balik konten-kontennya yang spontan menyampaikan sebuah pesan lirih yang melejit dari relung sanubari seorang habib proletar kepada seluruh bangsa Indonesia untuk bersikap adil kapan dan di manapun terhadap siapapun sekaligus sekelumit ucapan tulus permohonan maaf atas ulah sekawanan penista agama yang suci ini.