Semalam saya join webinar bertajuk Nalar Publik yang Logis dalam Berbangsa dan Bernegara sebagai salah satu pembicara bersama tiga pakar filsafat. Acara ini diinisiasi oleh Zona Nalar, wadah bagi yang ingin mengaktivasi nalar, tanpa menafikkan iman dengan pendekatan filosofis
Semula saya mengira acara ini adalah diskusi terbatas yang hanya diikuti oleh beberapa partisipan karena temanya terbaca aneh dan asing di tengah maraknya lalu lintas medsos tentang politik jelang 2024. Tapi perkiraan saya ambyar total. Jumlah pesertanya melampaui 170. Kecuali saya dan beberapa narsum yang amit-amir, semuanya imut-imut.
Ternyata filsafat mulai diminati kalangan muda. Diskursus-diskursus serius tentang Tuhan, manusia, logika dan budaya menjadi bahan perbincangan sebagian generasi millenial di sejumlah platform terutama Club House, Tik Tok juga webinar zoom.
Luar biasa! Di tengah arus besar anak-anak muda yang apatis dan tercerabut dari standar nilai oleh gaya hidup serba digital, genk anak-anak tanggung pecandu literasi membentuk stoa intelektus dan ordo filosofia yang membedah aneka tema komplek filsafat Barat melakukan barter argumentasi dan inferensi tentang Dialektika Hegel, Pragmatisme Hobbes, Posivitisme Comte, Fenomenologi Husserl, Falsifikasi Popper, Kritisisme Habermas, Dekonstruksi Derrida, Relasi Kuasa Foucault dan Post Humanisme Harari.
Meski mungkin sebagian, malah sebagian besar tidak memahami secara serius dan mendalam filsafat (karena memerlukan literasi luas dan konsentrasi penuh), yang pasti, kata mereka, filsafat itu seksi.