"FYI"

"FYI"

Banyak orang salah kaprah memahami aqidah sebagai sebuah doktrin yang ditanam dalam benak sebagai produk dikte. Dengan kata lain, aqidah diposisikan sebagai sekumpulan pernyataan orang lain yang ditanamkan pada seseorang atau sekelompok orang tanpa dipilih sebagai keputusan mandiri.

Akibatnya, aqidah yang terlanjur didiktekan diperlakukan sebagai sebuah info layaknya berita tentang sebuah peristiwa di suatu tempat dan waktu yang disimak selama beberapa detik lalu dilewati begitu saja.

Karena hanya dianggap sebagai sekadar informasi, difolow up bila penasaran dengan melakukan penyelidikan atau diabaikan karena tak dipahami sebagai sebuah pandangan fundamental atau ajaran yang berkorelasi secara niscaya dengan tindakan tertentu sebagai respons aktual terhadapnya.

Keyakinan yang berubah atau keyakinan yang tidak terjustifikasi secara argumentatif juga keyakinan yang hanya menjadi simbol tanpa implementasi praktikal pada hakikatnya hanyalah info-info yang diberi label aqidah atau agama oleh penerima yang pada hakikatnya penyimpan data semata yang merasa sebagai penganut.

Karena agama dan ajaran-ajarannya hanya dianggap sebagai kumpulan info, kerap dibagi-bagi, diulang-ulang dalam bermacam momen dan terus menjadi bahan obrolan.

Karena memandang agama sebagai "just info", ketika menghadapi masalah dalam hidup atau ketika hendak melakukan sesuatu yang penting dalam hirup, mencari solusi dan pandangan-pandangan praktis di luar agama, misalnya memberikan preverensi kepada psikologi modern dijadikan rujukan saat mengalami stress atau teori self imptovement bila ingin bahagia dan sebagaonya, tapi sesekali agama informasi ini juga diperlukan, saat anggota keluarga sekarat, ahli agama diundang untuk membaca mantra.

Sebagian kecil orang memahami aqidah dalam dua pengertian. Aqidah secara etimologis berasal dari kata aqada yang berarti sesuatu yang mengikat erat. Secara terminologis aqidah adalah premis atau pernyataan aksiomatis (yang valid secara niscaya) atau premis (pernyataan) teorematis (yang valid berdasarkan premis aksiomatis) dalam benak dan menjadi pengarah tindakan yang selaras dengannya.

Agama yang diimani sebagai keyakinan yang dipilih dengan kesadaran (sebagai rangkaian menjulang premis-premis yang tersusun dengan logika aksioma dan teorema), bukan sekadar info-info beredar, adalah paradigma, ideologi dan tuntunan praktis dalam semua aspek hidup.

Read more