GERTAK HADIS

GERTAK HADIS
Photo by Unsplash.com

Kalau membenarkan aksi kelompoknya bilang, “ada hadisnya”. Kalau menentang kelompok lain, teriak “ga ada hadisnya”. Gayanya seperti distributor tunggal sabda.

Kata “Hadis” seolah dijadikan tameng untuk bertahan dan senjata untuk menyerang. Yang awam tentu saja keder mendengar kata sakti ini. Banyak yang mungsret dihadapkan pada kata ini karena takut berdosa akibat menentang hadis, atau takut dituduh melakukan penodaan sambil membayangkan mencekamnnya sidang dan penjaranya.

Beberapa tahun silam sebelum Suriah dianggap lebih penting dari Palestina, jumlah mereka sedikit dan celingak celinguk kalau melancarkan aksi penyebaran doktrin dulwahab. Kini mereka menguasai sentra-sentra ekonomi, pendidikan, pelayanan publik, media dan lainnya. Beberapa simbol dan atribut agama yang dulu milik setiap penganut dari ragam kelompok sekarang sudah diambil alih dan dirampasnya, termasuk hadis, sunnah, tauhid dan lainnya.

Sekadar kata “hadis” dalam opini awam adalah perkataan atau teks yang pasti benar karena sudah dipastikan diucapkan Nabi SAW.

Secara etimologis, hadis (hadits, حديث) sebagaimana disebutkan dalam kamus-kamus utama adalah kata yang bermakna “baru”, juga berarti ucapan. Secara terminologis, hadis didefinisikan sebagai sesuatu berupa ucapan, perbuatan dan sikap setuju yang dinisbatkan pada Nabi SAW.

Yang perlu diperhatikan adalah hal-hal sebagai berikut:
a). Yang disebut hadis belum tentu hadis;
b). Hadis tak niscaya sahih, bahkan tak sedikit ditetapkan sebagai maudhu’ alias palsu atau hoax;
c). Sebuah hadis yang dianggap sahih oleh seseorang atau sebuah kelompok tak mesti sahih menurut kelompok lain;
d). Sekadar menemukan teks yang diakhiri dengan tulisan “hadis” bahkan “HR fulan” tak cukup untuk dikutip dan disebarkan;
e). Ada seperangkat ilmu yang harus dijadikan fondasi untuk menganalisa dan menetapkan sebuah teks sebagai hadis dan sebagai hadis sahih atau lainnya;
f). Tak semua teks berbahasa Arab yang berisi anjuran atau nasihat atau ketetapan adalah hadis;
g). Pengutip yang berbusana ustadz atau mubalig atau gelar apapun belum tentu mengerti hadis.
h) Sekadar teks Arab yang diucapkan di panggug belum tentu hadis. Lagu yang didendangkan penyanyi di Lebanon dan Mesir juga berbahasa Arab.

Tak perlu merasa terintimidasi bila mendengar kata hadis meluncur dari mulut seseorang, apalagi berpenampilan "algojo neraka". Boleh jadi itu hoax. Akal sehat dengan logika adalah detektor info.

Read more