GRADUALITAS KEBENARAN

GRADUALITAS KEBENARAN
Photo by Unsplash.com

Sejak aktif menggunakan FB saya jarang memberikan comment kecuali pada status duka kematian atau yang kebetulan muncul di timeline saat online. Saya bahkan jarang menanggapi atau mereply comment di status saya kecuali menjawab pertanyaan yang saya anggap perlu untuk dijawab.

Saya pilih pola yang mungkin tak lazim ini karena saya tak ingin terkesan usil menanggapi buah pikiran siapapun atau terkesan tebang pilih dalam perlakuan meski mudah diduga tak peduli atau abai. Banyaknya friend merupakan dasar pertimbangan pendukung pola ini.

Demi Allah, tak ada secuilpun kehendak untuk mengabaikan apalagi tak mengapresiasi. Sebagai orang yang meyakini relativitas dan gradualitas kebenaran, saya yakin setiap buah pikiran menempati level tertentu dalam altar kebenaran.

Menanggapi sebuah ide dalam tulisan tak selalu menimbulkan hasil yang positif atau tak selalu sesuai dengan harapan pencetus ide yang justru bila ditanggapi kerap mengundang ketegangan dan polemik serta kesalahpahaman.

Hal itu diakibatkan oleh banyak faktor, antara lain a) Susana hati penulis yang sangat mungkin berlainan dengan suasana hati pembaca dan penanggap, b) Diksi atau kata pilihan punya makna tertentu dalam benak penulis yang kadang berlainan dengan makna dalam benak pembaca, c) Setiap orang punya perspektif, selera, karakter, problema personal, pemahaman keagamaan, beban tanggungjawab ideologis, afiliasi politik yang meniscayakan pola respon yang tidak seragam.

Karena itu saya memohon ampun kepada Allah dan memohon maaf kepada anda semua terutama friends yang mungkin mengeluhkan sikap dan cara saya bersosmed.

*) Menulis tema filsafat dan lainnya terasa lebih ringan ketimbang menulis "yang beginian". Saya sering berdoa Allahumma inni a'udzu bika minasysyaithanirrajim wa min klarifikasi...🙄

Blessed Friday!

Read more