HABIB BUKAN AHLULBAIT (Bagian 7)

HABIB BUKAN AHLULBAIT (Bagian 7)
Photo by Unsplash.com

Penghormatan dan menghormat atau menghormati adalah kata kerja serapan Arab yang berasal dari al-hurmah, al-haram yang punya banyak arti, namun makna umumnya adalah kesucian dan kesakralan. Karena itu diharamkan melakukan suatu perbuatan berarti dusucikan dari sebuah perbuatan buruk. Disebut Masjd Haram (المسجد الحرام), misalnya, karena kesakralannya.

Secara umum setiap individu manusia penganut agamapun dan keturunan siapapun harus dihormati yang dalam fikih disebut jiwa terhormat (النفس المحترمة). Disebut terhormat dan sakral karena nyawa, harta dan individualnya harus dijaga kecuali pelaku kejahatan. Secara primer pengormatan berarti menjaga nyawa, properti dan hak individual.

Ada banyak pihak yang dalam banyak teks suci Islam diposisikan secara khusus sebagai objek penghormatan, seperti ayah, ibu, suami, ulama, tamu dan tetangga. Salah satunya adalah dzurriyah atau keturunan Nabi SAW. Semua ulama dari semua aliran Islam, termasuk Salafiyah yang kerap disebut Wahabi, menganjurkan penghormatan kepada dzurriyah.

Di satu sisi ada anjuran penghormatan, dan di sisi lain ada fakta perilaku orang-orang yang memajang gelar habib berperilaku buruk bahkan efek buruknya cukup luas. Dilema ini melahirkan polarisasi ekstrem yang mengganggu kerukunan masyarakat. Karenanya, diperlukan uraian yang gamblang tentang makna penghormatan.

Penghormatan adalah ekspresi penghargaan kepada setiap orang atas jasa atau fungsi atau perbuatan dan perilaku baik sesuai dengan kualitas jasa dan perilaku baiknya. Menghormati seseorang berarti memperlakukannya dengan baik secara proporsional.

Karena perilaku baik tak sama rata namun gradual, maka penghormatan sama rata kepada orang-orang yang tak sama rata kualitas kebaikan perilakunya adalah kezaliman atau kontra keadilan. Karena keadilan adalah fondasi kebaikan, maka kualitas penghormatan kepada setiap orang berperilaku baik mengikuti tingkat kualitas kebaikan perilaku. Dengan kata lain, memperlakukan seseorang dengan baik secara tidak proporsional, kurang dari haknya atau lebih porsi kebaikan perilakunya bukanlah penghotmatan. Bila kurang, dianggap merendahkan, dan bila lebih, dianggap kultus (ghuluw).

Sebagai agama yang salah satu keyakinan utamanya adalah, Islam tidak mewajibkan bahkan melarang penghormatan tanpa syarat kebaikan perilaku kecuali sebagai edukasi demi perbaikan bila probabilitasnya besar.

Penghormatan kepada seseorang karena garis keturunan tidak diwajibkan kecuali bila penghormatan ditujukan kepada orang baik yang menjadi pangkal garis keturunannya atau ditujukan kepada seseorang atau beberapa orang baik dalam garis keturunannya atau sebagai edukasi demi perbaikan bila probabilitasnya besar.

Penghormatan kepada objek yang tak berperilaku baik berarti menyepelekan perilaku baik seseorang yang diperlakukan sama dengan orang yang berperilaku buruk karena terlahir dari keturunan orang mulia adalah anugerah, bukan prestasi.

Menyepelekan perilaku baik seseorang yang diperlakukan sama dengan orang yang berperilaku buruk berarti penghormatan kepada orang berperilaku buruk hanya karena punya garis keturunan yang terhubung dengan orang-orang baik adalah kontra kebaikan. Penghormatan kepada orang berperilaku buruk hanya karena punya garis keturunan orang-orang baik bukanlah penghormatan yang dianjurkan karena merupakan kontra kebaikan.

Atas dasar itu, semua anjuran penghormatan tanpa dasar kebaikan perilaku objek tapi berdasarkan anugerah determinan garis keturunan yang dikemas dengan interpretasi terhadap sebagian teks (setelah mengabaikan teks-teks lain yang bertentangan dengan interpretasi tersebut) layak diabaikan demi akal sehat.

Penghormatan berbeda dengan pendewaan dan kultus. Penghormatan yang tulus bermula dari penghormatan kepada diri sendiri. Karena hanya orang hina yang menghina orang lain, maka hanya orang terhormat yang menghormati orang lain. Sedangkan pendewaan atau kultus adalah memperlakukan seseorang secara berlebihan atau tidak sepadan dengan kualitas faktual dan derajat moralnya.

Penghormatan yang selaras dengan derajat moral dan prestasi kesalihan kepada seseorang justru mencerminkan kepatuhan kepada Allah yang menganjurkan hamba-hambaNya menjaga hak sesama dan mematuhi Nabi SAW dan hamba-hambaNya yang dipilih sebagai pelanjutnya.

Banyak pula orang, karena menduga penghormatan semakna dengan kepatuhan, menolak penghormatan. Setiap kepatuhan meniscayakan penghormatan, namun penghormatan tak mesti membuahkan kepatuhan.

Banyak orang, karena tidak mengetahui konsep yang valid tentang penghormatan, a) melakukan penghormatan tanpa dasar alasan yang benar; b) melakukan penghormatan tanpa menentukan objek yang tepat; c) melakukan penghormatan dengan cara salah, bahkan dengan sebuah cara yang justru dipahami oleh masyarakat sekitar sebagai penghinaan; d) melakukan penghormatan dengan tujuan yang melenceng.

Penghormatan memerlukan sejumlah elemen, yaitu a) subjek atau pihak yang memberikan hormat atau melakukan penghormatan; b) objek atau pihak yang diberi hormat atau dihormati; c) alasan dan tujuan di balik penghormatan; d) cara memberikan hormat.

Subjek yang menghormati adalah orang yang melakukan tindakan tertentu atau memperlakukan orang lain sebagai ekspresi penghargaan atas sesuatu yang pada dirinya.

Objek yang dihormati adalah seseorang yang terhormat karena sesuatu yang mulia dan berhak mendapatkan penghormatan yang sepadan. Setiap objek menempati derajat kemuliaan moral, intelektual dan spiritual yang berlainan. Dia berhak dihormati sesuai dengan derajat. Menyamakan objek yang berbeda derajat adalah kezaliman yang dianggap merendahkan objek berderajat lebih tinggi dan meninggikan objek berderajat lebih rendah.

Alasan menghormati tidak tunggal dan tidak rata, namun alasannya bergantung kepada kadar pengetahuan penghormatan tentang kualitas kebaikan pihak yang dihormati dan alasan yang dipilihnya. Yang pasti, dalam sistem nilai yang transenden, kekayaan, keturunan, kedudukan, ketenaran, penampilan dan semua benda lainnya pada dasarnya bukan kemuliaan kecuali dibalut dengan kebenaran dan kebaikan. Karenanya, tidak layak menjadi alasan penghormatan.

Tujuan menghormati tidak tunggal, namun ditentukan paradigma orang yang melakukan penghormatan, nilai kemuliaan yang abstrak atau nilai keuntungan yang konkret.

Cara menghormati tidak tunggal dan tidak baku, namun beragam mengikuti aturan, budaya dan norma yang dianut oleh masing-masing penghormat. Ada banyak cara mengungkapkan penghormatan sesuai budaya dan tradisi setiap daerah dan komunitas, seperti mencium tangan, mencium kepala dan dahi, menundukkan kepala, bangkit dari duduk dan membungkuk dalam masyarakat tertentu.

Di luar itu semua, pahala dan efek spiritual dan manfaat menghormati siapapun secara proporsional dan gradual tidak kembali ke yang dihornati namun kembali kepada pelaku penghormatan. Pihak yang dihormati bisa terdampak negatif bila penghormatan itu direspon dengan kesombongan dan kepongahan juga bisa terdampak positif bila meresponnya dengan kerendahan hati, syukur dan penghormatan balik. Artinya, keberadaan dzurriyah justru merupakan anugerah bagi non dzurriyah karena pahala melaksanakan anjuran penghormatan (yang lagi-lagi bersyarat kebaikan dan ditujukan sebagai penghormatan kepada Nabi dan Ahlulbait).

Perhatikan paragraf-paragraf di bawah

  1. Dzurriyah yang berperilaku baik dihormati karena kedzurriyahannya atau keterhubungannya dengan Nabi SAW dengan diberi penghargaan dan diutamakan. Sedangkan dzurriyah yang berprilaku buruk dihormati karena kedzurriyahannya dengan mencegahnya berperilaku buruk.
  2. Dzurriyah yang berperilaku baik dihormati, sedangkan dzurriyah yang berperilaku buruk tak dihormati bahkan dicemooh.
  3. Dzurriyah yang berperilaku baik dan dzurriyah yang berperilaku buruk dihormati secara rata tanpa dibedakan
  4. Dzurriyah yang berperilaku baik dan dzurriyah yang berperilaku buruk sama-sama tidak dihormati.

Lalu pilihlah penghormatan yang logis menurut anda kepada dzurriyah.

Read more