HABIB BUKAN AHLULBAIT (Bagian 8)

HABIB BUKAN AHLULBAIT (Bagian 8)
Photo by Unsplash.com

Salah satu derita agung Ali bin Abi Talib adalah menghadapi dilema maha berat antara memumpas pemberontakan yang didalangi sejumah pemburu kekuasan culas dan menghormati isteri Nabi sebagai pemegang anugerah gelar Ummul Mukminim sekaligus ibu mertua tirinya. Ali dihadapkan pada dua kewajiban menghormati orang yang memilki hubungan dengan Nabi SAW sekaligus kewajiban menegakkan kebenaran dan keadilan yang merupakan ajaran utama Nabi SAW.

Sebagai bijakawan ulung dan murid utama Nabi SAW, Ali bin Abi Talib telah membaca modus jebakan yang ingin membunuh karakter dan menghapus jejak semerbaknya andai mertua beliau terbunuh, yaitu memvonisnya sebagai pembunuh atau penyebab terbunuhnya isteri Nabi.

Imam Ali tidak mungkin melakukan pengecualian dalam hukum. Karena itu, ia menumpas dan mengalahkan pasukan itu sekaligus memperlakukan Ummul Mukminin sebagai gelar mulia yang harus dihormat. Ali memenangkan pertempuran.

Meski telah memeranginya dan mengakibatkan lebih dari 5000 (konon 15 ribu) orang terbunuh di Basrah, Ali yang memenangkan perang melucuti senjatanya dengan hornat, melindungi dan mengantarkannya kembali ke rumahnya secara terhormat.

Pandangan rasional yang seimbang dan proporsional ini merupakan pernyataan dengan dua sasaran; yaitu ssbagian orang yang enggan menetapkan posisi benar Ali demi menghormati Ummul Mukminin dan sebagian orang yang menafikan penghormatan kepada Ummul Mukminin demi menetapkan posisi benar Ali.

Hikmah yang patut dipetik adalah sebagai berikut:

1. Kewajiban menghormati posisi terhormat seseorang karena hubungan kekerabatan dengan Nabi SAW tak menggugurkan penegakan hukum dan meliburkan sistem nilai. Dengan kata lain, menghormati seseorang juga menetapkannya sebagai pelaku kesalahan dan keburukan adalah dua hal yang berlainan namun tidak kontradiktif.

2. Menghormati seseorang -yang tidak suci- karena hubungan kekerabatan dengan Nabi SAW ditujukan kepada Nabi SAW yang pasti suci, bukan kepada dirinya.

3. Cara menghormati orang yang melakukan kesalahan yang mengakibatkan dampak negatif yang sangat luas adalah mencegahnya, bahkan kadang menghadapinya secara tegas.

4. Perlakuan dan sikap terhadap siapapun harus berbanding lurus dengan kebaikan perikunya juga dengan mengukur aspek kemaslahatan dan kemadaratannya.

5. Menghormati seseorang yang berlaku salah dan buruk karena menghormati hubungannya dengan manusia mulia adalah ujian kesabaran sekaligus cermin kesadaran akan prinsip kemaslahatan.

Dzurriyah dengan aneka sebutannya adalah para pemegang anugerah kemuliaan keterhubungan dengan Nabi SAW. Karena keterhubungan inilah layak dihormati tanpa menggugurkan asas keadilan ilahi dan kesetaraan insani. Anugerah ini menjadi prestasi yang mengundang pahala bila disyukuri dengan ketakwaan.

Jika dzurriyah bertakwa layak dihormati dan diutamakan juga mendapatkan pahala karena sukses menjadi etalase indah bagi ajaran Nabi SAW, maka non dzurriyah yang menghormati dzurriyah dengan tulus demi memuliakan keterhubungan mereka dengan Nabi layak mendapatkan pahala.

Read more