Skip to main content

Haniyah Memang Nasrullah Kedua

By January 18, 20092 Comments

ismail-haniya

Akhirnya Sabtu, 17/01 Perdana Menteri Rezim Zionis Israel Ehud Olmert dalam pernyataan resmi menyatakan gencatan senjata sepihak 22 jam dan secara praktis mengakui kekalahannya. Sebuah gencatan senjata yang didefinisikan sendiri oleh Zionis Israel. Sebuah gencatan senjata dengan citrarasa imperialis. Pagi-pagi hari Ahad ternyata militer Zionis Israel melanggar sendiri gencatan senjata sepihak yang diumumkannya dengan serangan helikopter-helikopt er tempurnya.

Bagaimana tidak! Sebagai pecundang selama 22 hari, Israel menyatakan gencatan senjata tapi mesin-mesin perangnya tetap diparkir di sekitar Jalur Gaza. Gencatan senjata yang adil adalah setiap pasukan yang berperang harus dikembalikan ke wilayah teritorial mereka. Ini baru sebuah gencatan senjata. Itulah mengapa Hamas mengeluarkan pernyataan langsung bahwa sekalipun menyatakan gencatan senjata, tapi para pejuang Palestina akan tetap menyerang militer Israel yang masih bercokol di Jalur Gaza. Brigade Ezzeddin Qassam tadi malam menembakkan tiga roket ke Palestina pendudukan sebelum dan sesudah pernyataan Olmert sebagai peringatan bahwa Hamas serius dengan ancamannya.

Yang lebih lucu (baca: kebohongan tolol) dari pernyataan Ehud Olmert saat ia menyebut keberhasilan militernya menghancurkan target-target mereka dan melemahkan Hamas. Mungkin Olmert benar berhasil menghancurkan target seperti sekolah yang dikelola PBB, masjid dan rumah-rumah penduduk.

Tapi semua pernyataan lipstik itu jelas hanya untuk menjaga rasa malu yang tidak lagi mampu disembunyikan oleh Israel. Sebuah rezim yang selama ini menakut-nakuti negara-negara Arab bahwa militer saya adalah yang paling kuat di Timur Tengah. Ironisnya, para pemimpin negara-negara Arab meyakini itu selama bertahun-tahun.

Memikirkan kenyataan bahwa sebuah angkatan bersenjata modern tidak mampu menundukkan sebuah bangsa yang melakukan perlawanan, memikirkan sebuah angkatan bersenjata modern harus memakai bom kimia dengan target warga sipil dan memikirkan sebuah angkatan bersenjata modern ditahan selama 22 hari dengan gagah berani oleh para pejuang Palestina membuat siapa saja semakin percaya ketika Sayyid Hasan Nasrullah mengatakan bahwa “Israel lebih rapuh dari sarang laba-laba”.

Kini kita juga harus percaya ucapan Ismail Haniyah, Perdana Menteri sah Palestina di hari-hari pertama militer Israel menggempur Gaza. Ismail Haniyah mengatakan bahwa muqawama yang ditunjukkan oleh rakyat Gaza yang pada akhirnya memenangkan peperangan ini, dengan izin Allah. Ucapan itu disampaikan di tengah-tengah sengitnya serangan udara dan laut yang dilakukan oleh militer Israel secara membabi buta.

Ucapan-ucapan kedua tokoh ini punya kemiripan sekalipun ada tenggang waktu cukup panjang dari ucapan Ismail Haniyah yang disampaikan dalam pidatonya tanggal 31 Desember 2008 dan 12 Januari 2009 dengan pidato-pidato Sayyid Hasan Nasrullah, namun tetap saja banyak persamaan yang dapat ditemukan.

Pidato terakhir Ismail Haniyah (12 Januari 2009) banyak persamaannya dengan surat yang ditulis Sayyid Hasan Nasrullah kepada para mujahidin.

Ada sebuah potongan ucapan Ismail Haniyah yang khusus disampaikan kepada para pejuang Palestina yang membuktikan kemiripan kedua pemimpin besar ini. Mengenai para pejuang Palestina Haniyah mengatakan, “Hari ini mereka berhasil menciptakan ufuk baru dan dengan izin Allah kemenangan baru akan segera terwujud …”. Di akhir ucapannya dengan sikap penuh rendah hati sama dengan pidato yang disampaikan Sayyid Hasan Nasrullah ketika mengatakan, “Saya akan mencium tangan dan wajah kalian. Pasir bekas telapak kaki kalian menjadi penghias mataku. Kalian membela tanah air, harga diri dan kehormatan bangsa ini. Kalian hari ini menciptakan masa depan dan kemenangan. Kalian semua mahkota kami. Kalian mahkota bangsa ini…”.

Kemiripan ini tidak muncul dari upaya Ismail Haniyah meniru ucapan Sayyid Hasan Nasrullah, namun bersumber dari kenyataan muqawama itu sendiri.

Ada dua hal yang membedakan ucapan-ucapan mereka. Pertama, Ismail Haniyah dalam ucapannya jarang berbicara mengenai simbol-simbol nasional. Pertama, Haniyah hanya sekali menyebut salah satu bukit Palestina sebagai simbol perlawanan dan menyebut kata”bangsa Palestina” kepada rakyat Palestina. Namun Sayyid Hasan Nasrullah selama 33 hari perang selalu menggunakan idiom-idiom seperti Lebanon, bangsa Lebanon dan tanah air Lebanon demi menumbuhkan dan memelihara emosi seluruh elemen rakyat Lebanon.

Kedua, dalam pidatonya Ismail Haniyah banyak menjelaskan pemikiran Islam, bahkan dapat dikatakan setengah dari pidatonya dikhususkan untuk hal ini. Ismail Haniyah dalam pidatonya mengatakan, “Kami merasakan bantuan ilahi ada bersama kami. Apa yang terjadi sejatinya tanda-tanda dan mukjizat ilahi. Kami benar-benar merasakan perhatian Allah”. Setelah Haniyah mengutip Al-Quran surat Al-Anfal ayat 12, “(ingatlah), ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkan (pendirian) orang-orang yang telah beriman”. Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir, maka penggallah kepala mereka dan pancunglah tiap-tiap ujung jari mereka”. Kemudian Ismail Haniyah menambahkan, “Kami merasa Al-Quran diturunkan kepada kami dan berbicara mengenai kondisi kami ketika Allaf swt berfirman: “(yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, Karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung” (QS. 3: 173).

Perbedaan isi ucapan antara Ismail Haniyah dan Sayyid Hasan Nasrullah adalah lumrah. Namun persamaan yang dimiliki keduanya membuat negara-negara Arab munafik, sesuai pernyataan Sayyid Ali Khamenei, tidak dapat dipungkiri. Dan sangat beralasan sekali bila negara-negara Arab ketakutan akan munculnya Sayyid Hasan Narullah kedua.[salah lapad,Pengamat Timur Tengah dan Wartawan IRIB]