Skip to main content

Ibadah Vertikal vs Dosa Horisontal

By December 4, 2011One Comment

Usai menunaikan ibadah haji, Ibrahim bin Adham berniat ziarah ke mesjidil Aqsa. Ia membeli 1 kg kurma dari pedagang tua di dekat masjidil Haram sebagai bekal perjalanan. Setelah kurma ditimbang dan dibungkus, Ibrahim melihat sebutir kurma tergeletak didekat timbangan. Menyangka kurma itu bagian dari yang ia beli, Ibrahim memungut dan memakannya.

Setelah itu ia langsung berangkat menuju Al Aqsa. 4 Bulan kemudian, Ibrahim tiba di Al Aqsa. Seperti biasa, ia suka memilih sebuah tempat beribadah pada sebuah ruangan dibawah kubah Sakhra. Ia shalat dan berdoa khusuk sekali. Tiba tiba ia mendengar percakapan dua Malaikat tentang dirinya.

“Dialah Ibrahim bin Adham, ahli ibadah yang zuhud dan wara,” kata malaikat yang satu.

“Tetapi sekarang tidak lagi. doanya ditolak karena 4 bulan yg lalu ia memakan sebutir kurma yang jatuh dari meja seorang pedagang tua di dekat mesjidil haram,” jawab malaikat yang satu lagi.

Ibrahim bin adham terkejut sekali, ia terhenyak. Ternyata selama 4 bulan ini ibadahnya, shalatnya, doanya dan mungkin amalan-amalan lainnya tidak diterima oleh Allah karena memakan sebutir kurma yang bukan miliknya.

Ia langsung berkemas untuk berangkat lagi ke Mekah menemui pedagang tua penjual kurma. Untuk meminta dihalalkan sebutir kurma yang telah ditelannya. Begitu sampai di Mekah ia langsung menuju tempat penjual kurma itu, tetapi ia tidak menemukan pedagang tua itu melainkan seorang anak muda. “4 bulan yang lalu aku membeli kurma disini dari seorang pedagang tua. kemana ia sekarang ?” tanya Ibrahim. “Sudah meninggal sebulan yang lalu, aku sekarang meneruskan pekerjaannya berdagang kurma” jawab anak muda itu. “Innalillahi wa innailaihi roji”un, kalau begitu kepada siapa aku meminta penghalalan ?”

Kemudian Ibrahim menceritakan peristiwa yg dialaminya, anak muda itu mendengarkan penuh minat. “Anda, sebagai ahli waris orangtua itu, sudikah menghalalkan sebutir kurma milik ayahmu yang terlanjur ku makan tanpa izinnya?”. “Bagi aku tidak masalah. Aku menghalalkannya. Tapi entah dengan saudara-saudara aku yang jumlahnya 11 orang. Mereka mempunyai hak waris sama dengan aku. “Dimana alamat saudara-saudaramu? Aku temui mereka satu persatu.”

Setelah menerima alamat, Ibrahim bin adham pergi menemui. Biar berjauhan, akhirnya selesai juga. Semua setuju menghalakan sebutir kurma milik ayah mereka yang termakan oleh Ibrahim.

Empat bulan kemudian, Ibrahim bin adham sudah berada di bawah kubah Sakhra.

Tiba tiba ia mendengar dua malaikat yang dulu terdengar lagi bercakap cakap. “Itulah Ibrahim bin adham yang doanya tertolak gara gara makan sebutir kurma milik orang lain.” “Oh, tidak.., sekarang sekat doanya terlah dicabut, doanya sudah makbul lagi. Ia telah mendapat penghalalan dari ahli waris pemilik kurma itu. Diri dan jiwa Ibrahim kini telah bersih kembali dari kotoran sebutir kurma yang haram karena masih milik orang lain. Sekarang ia sudah bebas.”

“Oleh sebab itu berhati-hatilah dgn makanan yg masuk ke tubuh kita, sudah halal-kah? lebih baik tinggalkan bila ragu-ragu…

Pembaca tercerahkan,

Di tengah keadaan ekonomi bangsa yang sedang merintih ini, masih ada orang-orang yang menimbun kekayaan dengan mencuri uang negara, memanipulasi, menggelapkan pajak, melakukan mark-up, membuat LC fikti dan membobol uanng bank yang menjadi kepercayaan para nasabah, membuat tender palsu, dan sebagainya.

Korupsi adalah pencurian yang terkeji karena ia menggunakan kekuasaan dan kepandaian untuk mengambil hak publik yang sedang membutuhkan bantuan. Harta yang dikumpulkan dengan korupsi tidak akan bisa dihapus dengan umrah seratus kali, membangun masjid, memberi santuhan kepada yatim, dan membaca tasbih di mihrab masjid. Mengambil hak orang lain dengan aniaya hanya bisa dihapus dengan kerelaan orang-orang yang diambil haknya.

Kezaliman terhadap orang lain dan dosa horisontal tidak bisa diputihkan dengan ibadah vertikal. Pembangunanb masjid bila didasarkan pada tujuan mengelabui publik dari kejahatan vertikal hanya akan menambah panjang daftar dosa.. Masyarakat lebih memerlukan minyak goreng murah, sembako dengan harga terjangkau ketimbang masjid megah dengan kubah kemilau dan lantai marmer…

Kisah diatas mungkin saja fiktif, namun ia cukup menyadarkan kita betapa kita juga sangat mungkin untuk melakukan dosa vertikal meski aktif melakukan ketataan dan ibadah horisontal.