ISRAEL MAKIN BENGIS, BAGAIMANA NASIB PERLAWANAN?

ISRAEL MAKIN BENGIS, BAGAIMANA NASIB PERLAWANAN?

Banyak orang pesimis terhadap kemenangan Hzblh dan kelompok perlawanan yang minim peralatan senjata, personil dan tak memiliki kekuatan sebagai sebuah institusi negara atas Israel yang dengan keunggulan militer, intelejen, dana serta dukungan penuh dalam segala sektor. Secara statistik, rezim ibl-is ini unggul dalam militer atas Iran yang diembargo sejak tumbangnya monarki Pahlevi, apalagi faksi-faksi perlawanan di Lebanon, Gaza, Irak dan Yaman.

Tapi tunggul dulu.  Ada dua teori utama yang dapat dijadikan sebagai dasar analisa.

Analisa Sosial

Ketika semakin tinggi tingkat penindasan, semakin kuat pula reaksi perlawanan yang muncul. Fenomena ini didasarkan pada teori "Polarisasi dan Eskalasi Konflik."

Teori ini menyatakan bahwa ketika ada ketidakadilan atau penindasan yang kuat terjadi, respons terhadapnya cenderung memberikan dorongan atau motivasi yang lebih besar bagi individu atau kelompok untuk melalukan perlawanan.

Sosiolog terkemuka Johan Galtung berpendapat bahwa semakin tinggi tingkat penindasan, maka polarisasi yang menuju eskalasi konflik makin kuat. Penindasan mendorong konsolidasi pihak-pihak tertindas demi melakukan perlawanan yang lebih berani, bahkan kadang dengan mengabaikan risiko apapun.

Penindasan apalagi disertai dengan pembantaian selalu memicu reaksi perlawanan yang semakin kuat dan terorganisir. Kelompok-kelompo perlawanan merasa tidak memiliki pilihan selain melawan dengan segala cara yang mereka miliki, terutama ketika situasi penindasan semakin memburuk.

Penindasan tidak hanya meningkatkan intensitas konflik, tetapi juga menguatkan determinasi dan motivasi kelompok yang ditindas untuk melawan dan mencapai tujuan kemerdekaan atau keadilan.

Analisa Fisika

Dalam bidang fisika, ada sebuah konsep yang mungkin dapat dihubungkan dengan ide bahwa "makin ditindas, makin kuat perlawanan terhadapnya," yaitu hukum Newton III (Hukum Aksi-Reaksi).

Hukum Newton III menyatakan bahwa setiap aksi memiliki reaksi yang sama besar namun berlawanan arah. Dalam konteks penindasan atau tekanan yang semakin meningkat, respons atau aksi dari pihak yang ditindas dapat dianggap sebagai reaksi yang dihasilkan oleh pemicu eksternal, yaitu penindasan itu sendiri. Semakin besar penindasan yang diberlakukan, semakin kuat pula reaksi atau perlawanan yang muncul dari pihak yang terkena penindasan.

Dengan kata lain, penindasan yang semakin meningkat dapat berfungsi sebagai "aksi" yang memicu reaksi atau perlawanan yang "berlawanan arah," sebagaimana dijelaskan dalam prinsip hukum Newton III. Respons atau perlawanan yang kuat dari pihak yang ditindas bisa dianggap sebagai konsekuensi logis dari tekanan atau penindasan yang mereka alami.

Dalam perspektif fisika ini, kita dapat melihat bahwa penindasan yang bertindak sebagai aksi eksternal dapat menghasilkan reaksi yang sebanding, bahkan lebih kuat, dari pihak yang ditindas. Hal ini berarti bahwa semakin besar penindasan yang dihadapi, semakin besar pula motivasi dan kekuatan perlawanan yang muncul sebagai respons terhadap tekanan tersebut.

Israel mengira ribuan roket yang ditembakkan ke target sipil di Gaza dan Lebanon akan melenyapkan semangat perlawanan. Padahal tanpa gempuran-gempuran itu semangat perlawanan justru berkurang.

Dalam perspektif dua teori di atas, perlawanan sulit untuk dilemahkan apalagi dimusnahkan. Sebaliknya, perlawanan tanpa beban risiko justru membalikkan skor dan mengubah fakta medan. Lawan!

Read more