Skip to main content

Akhirnya, Israel Mengemis Gencatan Senjata

By January 19, 20094 Comments

Sore hari Jumat 27 September 2008, Panglima Angkatan Udara Rezim Zionis Israel Jenderal Ido Nehushtan berada di kabin pesawat tempur F-16, sekaligus memimpin dimulainya operasi militer udara Israel atas warga sipil Gaza. Namun setelah tiga hari operasi itu dilakukan, tidak hanya dirinya, tapi tak satu pun dari seluruh pilot yang ikut dalam perang itu  mengakui bahwa  yang dilakukannya adalah sebuah operasi militer, karena  yang mereka lakukan hanya pembantaian anak-anak dan wanita.

Ada beberapa hal yang membuat serangan militer Israel ke Gaza sejatinya bukan operasi militer. Karena Jalur Gaza yang luasnya hanya 350 kilometer selama 18 bulan berada di bawah blokade darat, laut dan udara. Selama beberapa tahun, khususnya sejak tahun 2005 Dinas Rahasia Israel Mossad dan keamanan Israel secara khusus mengamati seluruh pergerakan yang terjadi di sana. Menurut Jenderal Eliezer Shkedi, tidak ada makhluk hidup di Jalur Gaza yang berada di luar monitor para petugas dan berbagai perlengkapan ultra modernnya. Bank informasi seluruh Jalur Gaza ada di tangan rezim ini.

Sementara itu, Panglima Staf Gabungan Angkatan Bersenjata Israel Gabi Ashkenazi disebut-sebut berhasil menambal kelemahan militer Israel setelah perang 33 hari di Lebanon dalam latihan-latihan perang yang dilakukan. Militer rezim ini berusaha keras untuk tidak mengulangi kekalahan di Lebanon. Ditambah lagi Rezim Zionis Israel sebelum menyerang rakyat Gaza secara brutal terlebih dahulu telah mengabari kepala-kepala negara Arab seperti Mesir, Yordania dan Arab Saudi. Tidak saja menyetujui serangan itu, mereka malah bersikeras agar Israel menumpas rakyat Gaza.

Mencermati beberapa poin mengenai persiapan perang Israel terhadap Gaza, layak bila rezim ini menyebut dirinya sebagai pemenang perang brutal ini. Waktu terlama yang dibutuhkan untuk meluluhlantakkan Gaza dan menghapus Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) sampai ke akar-akarnya diprediksikan hanya tiga hari lalu menyerahkannya kepada Mahmoud Abbas Pemimpin De facto Otorita Palestina.

Menteri Luar Negeri Amerika Condoleezza Rice di hari kedua perang menyatakan, “Abaiakan pembicaraan tentang gencatan senjata hingga Hamas hancur lebur dan kekuasaan diserahkan kepada Hamas.”

Namun diluar dugaan Rezim Zionis Israel, aksi-aklsi perlawanan (muqawamah) gagah berani yang ditampilkan Hamas dan warga Gaza berhasil membalikkan keadaan lebih cepat dari yang diprediksikan. Perlawanan heroik para pejuang Palestina dalam menghadapi militer Israel membuat segala mimpi indah yang ada di kepala para pemimpin Zionis Israel dan para pendukung Arab dan Baratnya berubah menjadi mimpi buruk.

Setelah 9 hari pengeboman brutal dan pembantaian anak-anak bukan saja tidak tampak tanda-tanda Gaza bakal mengibarkan bendera putih, opini internasional bangkit dan menilai Rezim Zionis Israel sebagai rezim paling menjijikkan di muka bumi. Di sini, harapan Israel untuk melakukan perang hanya tiga hari pupus sudah. Untuk itu dipersiapkan rencana serangan darat dengan beberapa brigade kendaraan militer dan 3 kesatuan tentara. Gaza yang tidak begitu luas harus dipenuhi lebih dari 600 tank dan kembali dimulai serangan udara dan artileri berat di sekitar Gaza.

Namun apa hasil dari semua serangan brutal ini? Rezim Zionis Israel dengan mimpi indah tiga harinya berhasil menumpas Hamas ke akar-akarnya ternyata setelah lewat 22 hari harus malu menerima kegagalan dan mengemis minta gencatan senjata. Hamas menolak gencatan senjata permanen dan menegaskan untuk tetap melanjutkan muqawama hingga seluruh Palestina bebas.

Rezim Zionis Israel yang telah merasa bakal kalah, mulai melakukan manuver demi menutup rasa malunya. Israel perlahan-lahan mulai mundur dari semua target yang telah dinyatakannya sejak awal perang. Pada awalnya Israel ingin menghancurkan Hamas dan menyerahkan Gaza ke Mahmoud Abbas, namun beberapa hari perang setelah melihat tanda-tanda pertama kekalahan mereka tujuan baru diumumkan. Israel kini menyerang Gaza demi menghentikan serangan roket para pejuang Palestina dan menjamin keamanan warga dan pusat-pusat militernya.

Beberapa hari setelah ternyata pasukan darat Israel ditahan di ladang-ladang Palestina dan sekitar Khan Younis, Dewan Keamanan PBB lewat perintah mengeluarkan Resolusi 1860. Resolusi ini punya tujuan untuk menyelamatkan kekalahan memalukan Israel di medan perang dapat dihasilkannya lewat resolusi DK PBB. Bila disebut sebagai kemenangan, maka yang dihasilkan oleh Israel adalah dengan tidak disebutkannya nama Hamas dalam resolusi tersebut. Tidak mampu menghapus Hamas dari Gaza, menurut setidak-tidaknya mereka mampu menghapus nama Hamas dari kertas resolusi.

Berlanjutnya muqawama dari satu sisi dan ketidakmampuan militer Israel dari sisi lain memaksa Israel untuk mundur. Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni menyatakan, “Tujuan menyerang Gaza untuk melemahkan Hamas.” Langkah mundur ini pun tidak mampu menyelamatkan kekalahan Israel yang sudah di depan mata. Karena Hamas masih tetap melanjutkan perlawanannya, berarti Hamas masih eksis. Sementara warga Gaza yang sedih akibat harus menerima korban sedemikian rupa masih tetap mendukung Hamas. Dengan perhitungan ini, keinginan Israel, Hosni Mobarak dan Raja Abdullah untuk memisahkan masyarakat dari Hamas tidak juga berhasil.

Hamas masih tetap melancarkan serangan roket-roketnya ke arah pusat-pusat militer Israel dan daerah-daerah permukiman zionis. Aksi Hamas ini menunjukkan pangkalan dan tempat-tempat yang dipakai untuk menembakkan roket masih eksis dan belum hancur. Bahkan Hamas sempat menembakkan roket dengan jangkauan lebih dari 50 kilometer. Artinya, Hamas masih kuat.

Menyaksikan dirinya tidak mampu meraih satu pun dari tujuan yang diumumkan, Israel semalam (Sabtu, 17/01) menyatakan gencatan senjata sepihak hingga 72 jam. Pernyataan Israel ini sekaligus pengumuman kekalahannya dalam perang 22 hari Gaza setelah sebelumnya menjadi pecundang dalam perang 33 hari melawan Hizbullah. Apa yang terjadi di Gaza setelah 22 hari perang merupakan bukti kemenangan Islam atas kekufuran. Jelas, gencatan senjata tidak akan mampu dan tidak boleh menyelesaikan apa yang telah terjadi saat ini.

Karena Rezim Zionis Israel telah melakukan kejahatan perang yang hukuman paling ringannya adalah mati, kini saatnya mereka yang melakukan kejahatan perang digantung agar tragedi kemanusiaan semacam ini tidak terulang kembali.[im/mt/sl/kayhan/iribnews]