ISTRI YANG PERLU DIARAHKAN DAN SUAMI YANG HARUS DISADARKAN

ISTRI YANG PERLU DIARAHKAN DAN SUAMI YANG HARUS DISADARKAN
Photo by Unsplash.com

Saya biarkan dia ngomong terus selama kira-kira 45 menit memuntahkan kekecewaannya terhadap laki yang jadi ayah bagi anak-anaknya dan memberinya mobil yang membawanya ke tempat saya untuk berkonsultasi.

Ini adalah proses penting dalam menguras bebab batin. Inilah yang disebut Sigmund Freud sebagai proses katarsis. Ia adalah salah satu teknik untuk menyalurkan emosi yang terpendam, atau dengan kata lain adalah pelepasan kecemasan dan ketengangan yang ada didalam diri seseorang, misalnya dengan curhat dan menulis lainnya.

Setelah berhenti ngomong dengan pengulangan-pengulangan, saya simpulkan bahwa dia dan suaminya adalah pasangan yang baik namun tak memahami konsep rasional dan relistis tentang pernikahan dan dipisahkan oleh beberapa faktor pembeda yang mengakibatkan miskomunikasi.

Memang, bila cuma mengambil info dari dia tanpa analisa dan tak disandingkan dengan info dari lelaki yang dikeluhkannya, dia bisa dipastikan terzalimi bahkan tak bersalah secuilpun.

Tapi sebelum memulai memberikan pendapat, saya minta izin memberikan gambaran umum tentang pernikahan sebagai berikut:

1. Laki dan perempuan adalah manusia yang secara fisikal dan biologis berbeda fungsi. Keduanya terdorong secara instinktif untuk saling menyempurnakan diri melalui reproduksi dan interaksi sosial lainnya. Itulah perkawinan atau pernikahan.
2. Pernikahan harus dipahami sebagai institusi yang berdiri diatas kontrak kesepakatan antara dua pihak dengan kewajiban dan hak mutual, bukan peleburan dua person dan bukan pembelian.
3. Menikah punya banyak manfaat namun juga menuntut pengorbanan. Salah satunya adalah berkurangnya kebebasan. Kedua pihak harus memperbarui kesadaran tentang hal ini.
4. Sebagian konflik terjadi karena hilangnya keadaran kewajiban dan hak masing-masing pihak dan akibat kehendak dominasi suami melampaui batas kesepakatan dan akibat kehendak istri melepaskan diri dari hierarki sosial yang telah disepakati.

Saya sarankan melanjutkan kontrak pernikahan seraya berjanji mengarahkan suaminya untuk melakukan introspeksi. Tapi sebelum menyadarkan suaminya, saya minta dia memulai membangun konsep rasional dan sikap realstis tentang pernikahan dengan tips sebagai berikut:

1. Mengakui bahwa dirinya bukan bebas kesalahan dan tak berandil dalam konflik seraya berusaha memperbaiki diri dengan prilaku dan sikap baik, bukan menanti prilaku baik suami lebih dulu.
2. Agar tak kecewa dan sakit hati yang bisa menimbulkan efek negatif terhadap kesehatan lahir dan batin, istri harus tetap dan makin bersikap baik demi menyempurnakan diri mengharapkan kerelaan Allah, bukan demi mengharapkan balasan sikap baik dari siapapun, termasuk suami dan anak.
3. Menyadarkan suami melalui doa yang tulus dan melalui lisan seseorang yang dihormatinya tentang pelanggarannya terhadap kontrak pernikahan.

Yang pasti, dalam kasus ini, cerai bukanlah solusi yang tepat, apalagi cerai pasti menciptakan guncangan bagi anak-anak.

Karena harus berolahraga sebelum waktu magrib tiba, saya menutup pertemuan dengan janji menegur suaminya juga memintanya memohon maaf tulus kepadanya.

Read more