JALAN TERJAL KEBENARAN
Tak ada yang salah dengan ritualitas selama tidak menutup mata dan nalar tentang realitas, meski Tuhan lebih suka hamba-hambaNya menunjukkan kehambaan melalui aksi berguna bagi sesama seperti menentang kezaliman dan mendukung keadilan ketimbang bersila di masjid memuji keagunganNya.
Tak ada yang salah dengan upacara merayakan kelahiran Nabi SAW setiap saat selama tidak mengalihkan umat dari yang harus ke yang patut dilakukan, meski beliau lebih suka ajarannya diamalkan dalam arena kemanusiaan yang universal ketimbang bersorak sorai memuji ketampanannya.
Yang pasti salah adalah menyandera akal dalam kerangkeng spiritualisme palsu dan menampilkan agama sebagai ritus tanpa luka pengorbanan, darah kesyahidan, peluh perlawanan dan airmata empati.
Islam yang manusiawi tak tegak dengan narasi panjang kesalehan, kemegahan mimbar, dan bunga rampai doa egap gempita para pemuja. Andai jalan kebenaran tak terjal dan tak berliku, tak ada kepala terpenggal, tangan tertebas dan jemari terputus, takkam ada epos Karbala.
Kesyahidan Al-Husain bersama keluarga dan para pengikutnya membangunkan kita dari mimpi panjang meraih tiara kemuliaan hanya dengan klaim garis keturunan tanpa keteladananan dalam menanggung derita di garis terdepan.
Keteguhan para wanita Ahlulbait di bulan Muharam menampar nalar kita agar segera siuman dari mabuk kepongahan relijiusitas yang genit dan berhenti mengorder sorga gratis hanya dengan melontar mantra, membanggakan kesalehan vertikal, memutar butir-butir kaca dan merangkak di sudut-sudut mihrab.