Skip to main content

Jangan Benci Umat Islam

By April 22, 2017No Comments

Jangan Benci Umat Islam

Pilkada paling heboh sejak Republik ini berdiri telah usai. Para pasukan telah kembali ke baraknya masing-masing dengan euforia dan histeria. Meski yang kalah menerima dengan legowo, siulan cemooh juga perang broadcastberisi prediksi suram dan aneka teori konspirasi belum berakhir.Salah satu yang masih terdengar nyaring adalah dikotomi intoleransi dan ketidakadilan sosial yang mencuat di pelbagai kalangan tertentu akibat polarisasi.
Perang broadcast berisi teori konspirasi antar dua kubu telah menghilangkan keseimbangan nalar. Semua teori dengan aneka hipotesa, asumsi bahkan prediksi dan referensi “sumber terpercaya”  terbaca benar oleh masing-masing pendukung. Sinisme dan kompetisi adu dominasi seakan menjadi babak tambahan atau perpanjangan hingga 2019.
[ads1]Tanpa perlu berteori, bisa dipastikan bahwa perlawanan terhadap ketidakadilan sosial hanya efektif bila dilakukan di atas basis masyarakat yang inklusif, toleran dan moderat.
Faktanya, elit kapitalis sangat luwes dan bisa menjelma sebagai apapun, termasuk menjadi penopang dan divisi anggaran gerombolan intoleran.
Mestinya salah satu cagub dikalahkan karena program-programnya dianggap memihak taipan atau melakukan kezaliman struktural, bukan karena stigma “kafir”, “penodaan agama” dan “antek Tiongkok”. Baca juga: Klarifikasi Kata dan Makna Kafir
Mestinya dia dibiarkan kalah dalam demokrasi yang elegan dan kompetisi yang fair. Mestinya dia kalah karena pemilih menemukan figur yang lebih handal, bukan karena songkok, baju koko, dan kemesraan dengan pihak-pihak yang ingin mengagamakan negara.
Sedemikian massifnya tekanan itu, sehingga tidak sedikit orang yang sejak semula yakin akan kalah pun memilihnya semata-mata karena alasan menjaga keseimbangan.
Saat harus mempersiapkan mental karena diposisikan sebagai terdakwa penistaan agama dalam sebuah proses pengadilan yang disertai dengan aksi-aksi yang memicu ketegangan, dia juga harus mempersiapkan konsep dalam babak-babak perdebatan yang berat, dia dan wakilnya juga harus melakukan kampanye di bawah aneka tekanan. Disinilah skor itu mulai berbalik.
Andai saja dia kalah telak karena reklamasi, penggusuran atau korupsi, andai dia kalah tanpa proses pengadilan di Gedung Kementerian Pertanian, tanpa stigma “kafir” yang disemburkan dari hampir setiap loadspeaker masjid dan musalla atau banyak majelis taklim, tanpa serbuan broadcast teori konspirasi menakutkan yang disebar secara massif dan tanpa tekanan itu semua, tentu pilkada DKI layak dianggap sebagai prestasi besar bangsa yang cerdas dan toleran, bangsa Indonesia. Baca juga: CAGUBISME
Tapi kausalitas berlaku tanpa memerlukan persetujuan kita. Semua proses telah berlangsung. Inilah demokrasi compang camping yang harus diterima dengan dada selebar Senayan dan disikapi dengan nalar setinggi Monas.
Masih banyak stok penafsiran positif dan optimistik juga apologetik yang bisa dihadirkan untuk mengganti kekecewaan dengan sikap kritis demi mengawal Anies Sandi memimpin Jakarta.
Mungkin memang Anies layak sebagai pemimpin yang dipilih, karena dia memenuhi dahaga relijiusitas atau dianggap sebagai orang yang “merebut Jakarta” dari non Muslim. Baca uga: Tafsir Alternatif Ayat 51 Surat Al Maidah (VIDEO)
Mungkin dia memang tak layak menjadi pemimpin yang dipilih karena sebagian besar masyarakat memilih berdasarkan keyakinan, bukan hasil kerja dan program.
Mungkin saja bila dia menang, akan banyak energi yang dihamburkan dan melanggengkan ketegangan yang merugikan rakyat Jakarta dan Indonesia.
Semoga dia dan yang sekeyakinan dengannya tidak senyum sembari menyembunyikan kecewa dan membenci warga Jakarta dan umat Islam, karena meski banyak tekanan dengan nama umat dan Islam, mayoritas suara yang diperolehnya dari umat Islam.
Semoga dia terus berjuang untuk negara dan bangsa tanpa pamrih di posisi lain seraya terus memperbaiki diri. Semoga Anies menjadi gubernur yang baik bagi warga DKI yang telah memilihnya dan tak memilihnya.
Kemenangan dan kekalahan dalam kompetisi dua pengabdi (mestinya) hanyalah rotasi untuk sesuatu yang lebih baik.