JOKER, KEJUJURAN YANG SADIS

JOKER, KEJUJURAN YANG SADIS
Photo by Unsplash.com

Tertawalah saat lelah menangis. Menangislah bila letih tertawa. Keduanya hanyalah soal mekanisme managing gerak bibir.

Saat terhenyak tak kuasa mengatur syaraf dan otot pipi atau karena bibir tak lentur akibat terlalu lama monyong atau karena jarak dua ujungnya terlalu jauh, pilihlah posisi netral. Meringis mungkin bisa menjadi alternatif.

Dia mencibir kepalsuan di balik bibir. Tak nyinyir. Dia hanya menenangkan diri dan mengusir bising dengan menarik pelatuk.

Film Joker menyadarkan kita bahwa kegilaan adalah bagian integral dari peradaban bila bukan salah satu produknya

Kegilaan, menurut Foucault, adalah buatan elite culas dalam politik, agama dan lainnya demi menyingkirkan kelompok yang dibenci.

Kegilaan paling berbahaya adalah yang menjadi produk dari sistem politik dan industri yang menciptakan kecemasan dan kebencian.

Mungkin semua orang gila (kecuali yang kambuhan) tak sadar gila, bahkan sering terpingkal-pingkal melihat tingkah orang tak gila.

Kegilaan sistemik terlihat dalam konflik horisontal yang direkayasa dengan menggoreng Kebencian sektarian, etnis dan kedaerahan.

Di luar itu, kegilaan tak selalu dicemooh. Paling tidak ada dua filosof yang konon mengalami kegilaan, yaitu Diogenes dari Sinope dan Friedrich Wilhelm Nietzsche.

Read more