Menjelang penandatangan Kesepakatan Keamanan antara Pemerintah Amerika dan Pemerintah Irak, Sabtu lalu hampir satu juta warga Irak melakukan aksi demo menuntut penolakan atas inisiatif Bush tersebut.
Sebagaimana dilaporkan oleh telivisi Aljazeera dan Alalam, dalam pawai yang diprakarasai oleh faksi Sadr, pimpinan Moqtada Sadr, sejumlah tokoh yang mewakili berbagai kelompok politik, agama, sekte dan atnis turut memberikan orasi penolakan.
Dalam pernyataan tertulis, Moqtada Sadr, meminta para wakil rakyat di Parlemen untuk mendukung aspirasi mayoritas rakyat yang menolak proposal Kespekatan Keamanan yang ditawarkan oleh Pemerintah penjajah Amerika Serikat, demi mempertahankan kedaulatan Irak dan kemerdekaan rakyatnya.
Moqtada Sadr menyatakan bahwa kehadiran massa yang berjumlah besar itu hendaknya menjadi isyarat penting bagi Bush dan petinggi militer AS bahwa kehadiran tentaranya tidak diperlukan karena menimbulkan perpecahan rakyat Irak.
“Kehadiran Amerika di Irak ditolak oleh seluruh warga Irak, baik Muslim maupun Kristen, baik Sunni maupun Syiah, baik Arab maupun Kurdi,” tegasnya yang disahut dengan yel-yel takbir dan anti Amerika.
Dalam acara itu, Kardinal Kabuchi, mewakili komunitas Krsiten, memberikan orasi yang berisikan penentangan warga Irak dari seluruh kelompok, termasuk Kristen, terhadap rencana Amerika Serikat untuk memperpanjang kehadiran tentaranya di Irak dengan sejumlah wewenang yang tidak masuk akal.
Ironois, saat Moqtada Sadr menjadi ikon perlawanan terhadap Amerika aggressor di Iran, sejumlah situs wahhabi malah menyebarkan isu picisan yang isinya menyebutkan bahwa Moqtada Sadr menganjurkan para pengikutnya melakukan mut’ah massal. Meski akad nikah secara massal bukanlah sesuatu yang buruk, namun isu ini benar-benar sulit diterima apalagi dihembuskan saat seluruh warga Irak berdiri di belakang Moqtada menentang Amerika.